Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 17/02/2016, 20:00 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ada banyak cara untuk menambah Ruang Terbuka Hijau (RTH) di wilayah DKI Jakarta. (Baca: Setelah Kalijodo, DKI Jakarta Bebaskan Cakung)

Menurut konsultan RTH dan arsitek lanskap, Nirwono Joga, salah dua di antaranya bisa dilakukan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.

Pertama, Pemprov DKI Jakarta bisa membeli lahan baru untuk dijadikan RTH. Namun, cara ini membutuhkan biaya sangat besar. Kendalanya adalah lahan di Jakarta terlampau mahal sehingga membuat pertambahan lahan RTH menjadi lambat.

Kedua, mengembalikan fungsi-fungsi bantaran kali sebagai jalur hijau atau merevitalisasi badan air seperti yang dilakukan pada Waduk Ria Rio dan Waduk Pluit.

"Saat ini di Jakarta sendiri terdapat 44 waduk dan 14 setu," ujar Nirwono kepada Kompas.com, Rabu (17/2/2016).

Betapa vitalnya RTH bagi Jakarta, tidak saja berfungsi sebagai area serapan air, melainkan juga paru-paru (yang menghasilkan oksigen) kota. Hingga saat ini tidak ada teknologi apapun yang bisa menggantikannya dalam penyediaan oksigen.

Karena itu, tidak boleh ada bangunan dalam bentuk apapun di dalam area RTH. Pasalnya, hal itu bisa mengganggu fungsi utamanya yakni sebagai area serapan air dan paru-paru kota.

DKI Jakarta sendiri terus mengalami defisit RTH dari tahun ke tahun. Pada tahun 1965 RTH di ibu kota Indonesia ini masih berada di angka 37,2 persen. 

Jumlah ini bisa dikatakan ideal, karena sesuai dengan kesepakatan PBB yang menyatakan bahwa sebuah kota minimal punya 30 persen RTH dari total seluruh wilayah kota.

Di Indonesia telah diundangkan melalui UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang.
Pada Pasal 29 dan 30 disebutkan bahwa kota minimal harus menyediakan 30 persen dari total luas wilayahnya.

Rinciannya RTH privat 10 persen dan RTH publik 20 persen. RTH privat ini bisa diwujudkan melalui taman-taman, halaman rumah, dan bahkan green roof.

Sementara RTH publik dibagi menjadi dua, yakni area dan koridor. Untuk area, misalnya ada taman kota. Sementara, untuk koridor berupa jalur hijau di bantara kali, pinggiran rel kereta, daerah sekitar sutet, bawah jembatan jalan, dan lain-lain.

Kemudian pada tahun 1985, RTH Jakarta berkurang menjadi 25,85 persen, hingga pada 2000 lalu terus menyusut menjadi tinggal 9 persen. 

Meski sempat bertambah menjadi 9,8 persen pada tahun 2010 dan 9,9 persen pada tahun lalu, tetap saja belum memenuhi angka ideal. 

Itulah mengapa Pemprov DKI Jakarta menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2030 melalui Perda Nomor 1 Tahun 2012 dan dikuatkan kembali dalam Perda Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) 2030.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau