JAKARTA, KOMPAS.com - Kecelakaan kerja di industri konstruksi mulai menjadi perhatian pemerintah. Pasalnya, tingginya tingkat kecelakaan kerja berkolerasi dengan rendahnya tingkat daya saing negara.
"Proporsi kecelakaan kerja di industri konstruksi masih paling tinggi, yakni 32 persen jika dibandingkan dengan industri lainnya, meskipun proporsinya hanya 10 persen dari PDB nasional," papar Staff Ahli Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Firdaus Ali, pada Seminar Nasional Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), di Jakarta, Kamis (11/2/2016).
Kecelakaan kerja di sektor industri pertambangan saat ini 2,6 persen, kehutanan 3,8 persen, transportasi 9,3 persen, manufaktur 31,6 persen, dan industri lainnya sebesar 20,7 persen. Hingga saat ini tercatat beberapa kasus kecelakaan kerja dan kegagalan konstruksi berskala besar.
Beberapa kasus itu di antaranya adalah runtuhnya ruko Cendrawasih Permai Samarinda (Juni 2014), runtuhnya hanggar Bandara Sultan Hasanudin Makassar (Maret 2015), runtuhnya Jembatan Pulau Dompak Tanjung Pinang (Oktober 2015), dan robohnya Jembatan by-pass Banyumulek Lombok (Oktober 2015).
Kecelakaan kerja ini sendiri memiliki dampak, baik pada level mikro, meso, maupun makro. Untuk level mikro, Firdaus menjelaskan kecelakaan kerja bisa membuat proyek konstruksi terhambat, biaya berlebih, opportunity lost hingga mengakibatkan cedera fatal bagi para pekerja.
"Sementara di level meso, dampaknya pada performa penyedia jasa konstruksi dan legal liability. Untuk level makronya, kecelakaan kerja bisa memengaruhi produktivitas nasional, indeks kompetitif, dan biaya kerugian hingga setara dengan 4 persen PDB," tambahnya.
Karena itulah, Pemerintah melalui Kementerian PUPR sudah semestinya melakukan perlindungan terhadap keselamatan dan kesehatan pekerja konstruksi.
"Kami sangat peduli dengan K3, terutama di lingkungan proyek konstruksi ke-PU-an. Untuk itu safety first dan zero accident akan terus kami tekankan pada seluruh pekerjaan konstruksi yang kami laksanakan," ujar Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono.
Salah satu upaya untuk mendukung pelaksanaan K3 tersebut adalah dikeluarkannya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2014 Tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum. Peraturan itu kemudian diperkuat dengan Surat Edaran (SE) Menteri PUPR No.66/SE/M/2015 Tentang Biaya Penyelenggaraan SMK3 Konstruksi.
Lahirnya SE ini disebabkan oleh adanya kecenderungan beberapa kecelakaan kerja terjadi karena tidak adanya biaya SMK3 yang seharusnya tercantum dalam biaya umum/keuntungan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.