Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terabaikan, Masyarakat Sangihe Harus Menunggu 21 Hari untuk Mendapatkan Sembako

Kompas.com - 25/01/2016, 08:00 WIB
Arimbi Ramadhiani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pembangunan infrastruktur demikian vital di daerah-daerah atau wilayah perbatasan. Sayangnya, wilayah perbatasan Indonesia seringkali terabaikan.

Salah daerah perbatasan yang seringkali luput dari prioritas anggaran pembangunan pemerintah pusat adalah Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara.

Puluhan tahun, warga di Sangihe terpaksa hidup miskin dan terbatas, karena minimnya infrastruktur. Untuk mendatangkan sembilan bahan pokok atau sembako saja membutuhkan waktu 21 hari.

"Faktor kemiskinan daerah itu karena infrastruktur. Masalah perbatasan lain dengan di kota," ujar Bupati Kepulauan Sangihe Makagansa saat diskusi "Percepatan Pembangunan Infrastruktur Indonesia", di Jakarta, Sabtu (23/1/2016).

Ia menuturkan, infrastruktur yang tidak memadai di daerahnya mengakibatkan harga-harga bahan pokok melonjak tinggi dibandingkan dengan di kota-kota besar.

Makagansa bercerita, sembako ini harus didatangkan dari Surabaya ke Bitung, Manado, kemudian baru Tahuna.

Setelah adanya program pemerintah yang memprioritaskan pembangunan infrastruktur di perbatasan, Makagansa mengaku bersyukur.

Dalam dua tahun terakhir, jalan-jalan di daerah penghasil pala dan cengkeh ini sudah diperbaiki.

"Perbaikan ini sangat membantu petani. Infrastruktur membaik, maka kendala kemiskinan mulai teratasi," jelas Makagansa.

Ia juga bersyukur karena sudah ada kebijakan baru bahwa kapal dari Surabaya dan Makassar langsung ke Tahuna. Dengan demikian, waktu untuk distribusi sembako berkurang menjadi hanya empat hari.


Lahan perumahan terbatas

Makagansa mengungkapkan, daerahnya yang berada di perbatasan kini mulai terbangun. Selain infrastruktur, bidang perumahan juga dikebut pembangunannya. Hingga saat ini, sebanyak 100 unit rumah sudah selesai dibangun.

Namun, membangun perumahan di wilayahnya juga mengalami masalah yang sama dengan di kota besar, yakni terbatasnya lahan.

Bedanya, di kota besar lahan terbatas karena pembangunan sudah masif, sementara di Sangihe wilayah datarannya memang lebih sedikit dibanding perairan.

"Kami wilayah kecil, 6 persen daratan dan 94 persen laut. Ketika dibangun 100 rumah, butuh lahan yang sangat luas," tutur Makagansa.

Ia mengusulkan pemerintah membangun rumah susun (rusun). Cara ini, dinilai efektif dalam menyiasati lahan yang terbatas, seperti juga di kota besar.

Dengan begitu, lahan yang tersedia untuk pemanfaatan akan besar untuk masyarakat, misalnya di bidang pertanian atau perkebunan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau