JAKARTA, KOMPAS.com - Pembangunan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung dianggap serba mendadak. Meski sudah mengantongi izin trase dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub, namun masalah lain siap menghadang.
Polemik lain dari proyek ini adalah pembebasan lahan. Setidaknya, lahan yang dibutuhkan diprediksi seluas 650 hektar. Sedangkan yang perlu dibebaskan adalah 500 hektar. (Baca: Tak Sesuai Rencana Tata Ruang, Kereta Cepat Dibangun Terburu-buru)
Pembebasan lahan kereta cepat harus dilakukan dari Karawang hingga Purwakarta sebab hampir semua lahan berada di kedua kabupaten ini. Selain itu, sebagian besar juga masih merupakan milik warga.
Sementara dari Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, lahan yang digunakan adalah area di samping jalan tol sampai Karawang, kemudian memotong ke arah Jatiluhur. Setelah itu, berlanjut ke sekitar jalan Tol Padalarang, Cimahi, hingga Tegalluar.
Saat ini, proyek pembangunan kereta api cepat Jakarta-Bandung mempergunakan lahan milik Perhutani di kawasan Kabupaten Karawang seluas 55 hektar dengan rincian panjang sekitar 11 kilometer dan lebar antara 40 hingga 50 meter.
Lantaran lahan itu adalah wilayah hutan produksi maka PT Kereta Api Cepat Indonesia China (KCIC) sebagai pengembangnya, harus mencari lahan penggantinya dua kali lipat yakni 110 hektar.
Namun begitu, menurut Menteri Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Ferry Mursyidan Baldan pembebasan lahan untuk proyek kereta cepat tidak butuh waktu lama dan tidak sulit.
"Kalau soal waktu pembebasan lahan, pemerintah daerah (pemda) kan membantu sosialisasi. Jadi lebih cepat prosesnya," ujar Ferry kepada Kompas.com, di Jakarta, Jumat (22/1/2016).
Ia menuturkan, pembebasan lahan akan memakan waktu lama jika pemerintah pusat mau membangun proyek infrastruktur,tapi pemda tidak mau terlalu terlibat.
Pada proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, pemda justru antusias dan mendorong perizinan sampai pengkajian tata ruang melalui peraturan daerah. Penyesuaian tata ruang, lanjut Ferry, juga sudah dilakukan sejak lama.
"Saat ada perubahan-perubahan baru, mereka (pemda) tidak mengubah proporsi lahan di tempat lain. Semangat satu kawasan mereka juga ada di setiap pemdanya," jelas Ferry.