JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) tidak lagi memberlakukan model lama yakni membeli tanah untuk proyek pemerintah berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Lahan-lahan yang dibeli dari masyarakat ini akan mengikuti harga pasar.
"Model pembebasan lahan yang kita gunakan sesuai UU Nomor 2 Tahun 2012 tidak lagi pakai NJOP, karena tidak adil. Nanti pakai harga pasar," ujar Menteri ATR/BPN Ferry Mursyidan Baldan di Jakarta, Kamis (17/9/2015).
Pemerintah, kata Ferry, akan menggunakan jasa tim penilai, yakni Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (Mappi) untuk menaksir harga tanah yang akan dibeli pemerintah dari masyarakat. Harga ini akan dijadikan patokan dalam pembelian atau ganti rugi terhadap tanah untuk proyek pemerintah, misalnya dalam program Sejuta Rumah atau pembangunan infrastruktur.
Adapun di lapangan, Mappi akan menilai harga tanah berdasarkan harga pasar. Kebijakan Ferry, harga tanah ini berlaku dalam kurun waktu tiga bulan. "Setelah disepakati, pada saat itu tidak dibayar lebih dari 3 bulan, harus ditaksir ulang. Itu keadilannya," sebut Ferry.
Ia menuturkan, hal ini dilakukan karena harga tanah pasti berubah setiap waktu. Walaupun bedanya mungkin tidak signifikan, tapi ia tetap meminta perhitungan ulang.
Meski demikian, hal ini bukan berarti bisa menekan harga tanah agar tidak naik. Namun, jika pemerintah mau membeli tanah masyarakat, syaratnya harus mengikuti harga pasar.
Sementara untuk proyek-proyek lain di luar pemerintah, Ferry tidak menjamin harganya sesuai pasar atau NJOP. Selama ini, menurut dia, harga tanah mahal karena dimainkan oleh pengembang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.