Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanah dan Material Mahal, Pengembang Tuntut Kenaikan Harga Rumah

Kompas.com - 15/09/2015, 16:00 WIB
Arimbi Ramadhiani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Harga rumah dengan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dinilai sudah tidak sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Menurut Ketua Umum Realestat Indonesia (REI) Eddy Hussy, selisih harga rumah FLPP dengan kebutuhan membangunnya sangat tipis. Karena itu, REI menuntut pemerintah untuk menaikan patokan harga maksimal di daerah.

"Harga rumah FLPP sekarang berlaku lima tahun, yaitu dari 2013-2018. Harganya mepet di lapangan. Maka, kita mengusulkan ada skema dari harga FLPP yang ada sampai Rp 250 juta-Rp 350 juta itu untuk rumah tapak," ujar Eddy di Jakarta, Selasa (15/9/2015).

Eddy melanjutkan, harga rumah yang ditetapkan pemerintah tergantung daerahnya. Di Papua harga maksimal Rp 174 juta. Angka ini terhitung rendah, mengingat harga material di Indonesia Timur sangat mahal disebabkan tingginya biaya distribusi.

Adapun di Jawa Barat harganya adalah Rp 110 juta. Nilai ini juga tidak mampu menutup biaya pembangunan rumah. Meski material lebih murah dibandingkan di timur, namun harga lahan sudah naik pesat.

Oleh sebab itu, Eddy menuntut patokan harga berubah menjadi sekitar Rp 250 juta sampai Rp 350 juta. "Menteri akan tampung melalui semacam Forum Group Discussion (FGD) lebih lanjut. Apakah itu pas diberlakukan atau tidak," sebut dia.

Selain itu, kata Eddy, dalam usulan paket kedua ekonomi, REI meminta bunga cicilan 5 persen atau 7-8 persen yang dibebankan kepada MBR melalui skema pembelian rumah FLPP. Untuk rumah susun milik, menurut dia, bunganya dibebankan sebesar 5 persen. Pasalnya, membangun rusun berbeda dengan rumah tapak. Rumah susun lebih mahal bukan karena pengembang untung besar, namun karena biaya bangunan, dan konstruksinya mahal.

Meski demikian, lanjut Eddy, karena penduduk terus bertambah, dorongan untuk membangun secara vertikal harus terus digalakkan. Untuk itu, dana Prasarana dan Sarana Umum (PSU) bisa dialihkan ke rumah susun. Dengan begitu, harga rumah susun akan lebih murah.

Ia juga menyarankan pemerintah untuk mengkaji masyarakat dengan pendapatan Rp 3 juta-Rp 5 juta per bulan. Masyarakat ini belum diatur dalam skema subsidi pemerintah.

"Kita minta realistis bukan keuntungan, sehingga pemerintah mengatur juga rumah murah lebih luas. Karena jangan sampai kita hanya perhatian untuk yang pendapatan di bawah Rp 3 juta. Bagaimana dengan Rp 3 juta-Rp 5 juta. Di Jakarta pendapatannya pasti di atas Rp 3 juta," jelas Eddy.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com