"Kota mengonsumsi 75 persen dari sumber energi dunia, dan menghasilkan 80 persen karbon yang bisa merusak lingkungan kita," ujar Charbel saat perhelatan New Cities Summit Jakarta 2015 di Hotel Raffles, Jakarta, Selasa (9/6/2015).
Charbel menuturkan, negara-negara di dunia mulai menyadari, konsumsi sumber daya yang tidak diperhitungkan, bukanlah langkah yang bijak untuk mendukung pertumbuhan sosial dan ekonomi. Pengaturan emisi gedung dan aktivitas penduduk kota telah ditempatkan pada puncak daftar prioritas dalam menjadikan geografi kota yang lebih bersih, sehat dan nyaman untuk ditinggali bagi generasi lainnya.
Sebagai contoh, lanjut Charbel, Uni Eropa telah menargetkan reduksi emisi penggunaan energi di kota-kota sampai 20 persen pada 2020 dan pembangunan dengan ekonomi karbon rendah pada 2050. Namun, tantangan untuk mencapai tujuan tersebut juga bertambah.
Pada 2050, kota-kota akan menjadi tempat bagi 70 persen dari seluruh populasi dunia, sehingga membutuhkan pelebaran kota itu sendiri dan perbaikan infrastruktur. "Untuk mengakomodasi ledakan populasi ini, dalam 40 tahun ke depan, kita harus membuat jumlah kapasitas kota yang sama dengan leluhur, yang membutuhkan waktu 4.000 tahun," kata Charbel.
Infrastruktur urban, tambah dia, juga dibutuhkan untuk mengatasi kendala yang terjadi di lingkungan kota, antara lain kelangkaan energi dan air, polusi dan emisi, kemacetan lalu lintas, kriminal, pembuangan sampah, dan risiko keamanan dari infrastruktur yang menua.
Peningkatan mobilitas dari masyarakat telah memicu kompetisi antara kota yaitu untuk investasi, bakat, dan pekerjaan. Untuk menarik penduduk, perusahaan, dan organisasi yang memiliki potensi, pemerintah kota harus mencapai tiga tujuan utama yaitu menciptakan kota yang lebih efisien, nyaman ditinggali, dan berkelanjutan.
Dalam mencapai tujuan tersebut, pemerintah harus mengetahui inti dari masalah-masalah adalah sistem kota itu sendiri. Menurut Pike Research, dalam mencapai perubahan ini, diperlukan total 108 miliar dollar AS (Rp 1.437 triliun) pada 2020. Jumlah ini tentu akan terus bertambah. Namun, fokus utama yang diperlukan adalah perbaikan lalu lintas, energi, bangunan, dan sistem air.
"Kota cerdas tidak harus dipikirkan sebagai kota di masa depan. Kota cerdas mungkin sudah mulai terbentuk saat ini. Di akhir dekade saat ini, banyak perubahan teknologi yang disematkan pada kota cerdas, termasuk teknologi monitoring dan sensor, sistem lalu lintas yang cerdas, dan sistem manajemen untuk bangunan," tandas Charbel.