Toilet dengan nama 'The Blue Diversion Toilet' ini dikembangkan dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi hidup 2,5 miliar orang yang memiliki kesulitan akses terhadap sanitasi, dan menjadi penyebab utama penyakit serius di seluruh dunia.
"Kami telah merancang toilet yang dapat digunakan di mana pun. Mulai daerah kumuh Kampala, Uganda hingga di rumah akhir pekan milik jutawan," ujar Desainer The Blue Diversion Toilet, Harald Grundl.
Wadah mangkuk di dalam toilet tersebut akan memisahkan kotoran dengan adanya dua tangki berbeda untuk 20 liter urin dan 15 liter feses. Setelah terkumpul selama tiga sampai empat hari, kotoran dapat dimanfaatkan sebagai pupuk.
Cairan dari wastafel dan pancuran yang tersedot dan disirkulasi ulang melalui sistem penyaringan memungkinkan penyediaan air bersih untuk mencuci tangan. Penyediaan tersebut dilakukan tanpa perlu terhubung ke pasokan air utama.
Grundl menyatakan, sistem seperti yang terdapat pada toilet Blue Diversion sangat penting digunakan pada negara-negara berkembang dan situasi ekstrem, misalnya kamp pengungsian dengan pasokan air sulit didapatkan.
Eawag saat ini telah mengembangkan versi dari penyaring yang sama untuk digunakan pada keran air minum di kota-kota besar dengan nama membran ultrafiltrasi. Membran penyaring biasanya membutuhkan pembersihan secara teratur untuk membuang kotoran yang menyumbat dan karenanya membutuhkan banyak energi.
Membran penyaring versi Eawag menghindari hal tersebut dengan menggunakan mikroorganisme tersuspensi dalam cairan. Dengan menggunakan gravitasi untuk mendorong cairan tersebut melalui penyaring, mikroorganisme membantu membersihkan kotoran melalui proses biologis alami. Sistem penyaringan ini pada akhirnya mampu menghasilkan air yang secara teoretis cukup bersih untuk diminum.
Sistem penyaringan tersebut hanya membutuhkan energi sebesar 11,5 watt yang telah disediakan lewat solar panel. Hal ini menjaga air bergerak di sekitar sistem dengan berbagai pompa dan kekuatan mekanisme pembilasan.
"Dibandingkan dengan teknologi pemulihan air konvensional. Sistem ini memiliki kebutuhan energi yang rendah. Hal ini dapat dicapai karena air bekas pencucian menjadi rendah kontaminasi berkat teknologi pemisahan sumber," ujar Grundl.
Toilet ini terbuat dari jenis plastik polietilena dengan batang baja sebagai pendukung. Perancangan ini memudahkan toilet saat diproduksi secara lokal dan diangkut. Para desainer memperkirakan bahwa toilet ini akan dikelola dan disewakan oleh usaha mikro.
"Penerapan sistem ini tergantung pada seberapa baik model bisnis kami. Tidak ada solusi yang bergantung pada subsidi permanen akan berfungsi dalam jangka panjang,"
Toilet ini telah memiliki dua uji lapangan, yaitu di Uganda tahun 2013 dan Kenya pada tahun 2014. Desain saat ini adalah versi keempat dan prototipe kedua yang bekerja.
Banyak komponen yang telah dirancang ulang sejak perombakan pertama toilet. Hal tersebut dilakukan untuk membuat toilet lebih cocok dalam produksi massal. Namun tim desainer masih berharap untuk merekayasa ulang beberapa bagian dan mengurangi biaya pembuatan agar toilet ini menjadi produk komersial yang layak untuk dipasarkan sesuai target mereka.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.