Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Merangkak Naik, Properti Tokyo Dilirik Dunia

Kompas.com - 02/04/2015, 08:00 WIB
Arimbi Ramadhiani

Penulis

Sumber Bloomberg

KOMPAS.com - Dana kekayaan global mulai berpindah ke beberapa properti di Tokyo, Jepang. Ekspektasi investor internasional ini untuk mengambil keuntungan dari kenaikan harga di ibukota Jepang tersebut.

"Dana pensiun jangka panjang di Amerika Serikat dan Eropa, terutama di Skandinavia, ingin mengangkat posisi mereka di pasar properti Jepang," ujar seorang wakil menteri di Kementerian Properti, Kisaburo Ishii.

Menurut kepala investasi properti pada lembaga pendanaan yang berbasis di Oslo, Karsten Kallevig, sebanyak 870 juta dollar AS (Rp 11,3 triliun) dana kekayaan Norwegia sedang dipersiapkan untuk membeli properti di Tokyo.

Masuknya dana ini didorong harga properti komersial yang tumbuh 2,9 persen tahun lalu, setelah keuntungan 2,3 persen pada 2013. Pertumbuhan ini dipicu oleh investor asing, termasuk GIC Pte Singapura yang mengambil beberapa aset.

Ishii menyebutkan, terkait dana pensiun yang besar, ada cukup banyak kebijakan untuk menutupi kekurangan properti Jepang dalam portofolio global. Harga tanah di tiga wilayah metropolitan terbesar naik dua tahun berturut-turut seiring stimulus dari Bank of Japan (BOJ) yang mendorong biaya pinjaman dalam negeri ke rekor terendah. Investor global pun mengejar hasil aset yang lebih tinggi.

GIC telah membayar 1,7 miliar dollar AS (Rp 22 triliun) untuk membangun di kawasan bisnis, di samping Stasiun Tokyo, pada bulan Oktober. Sementara Blackstone Group LP setuju untuk membeli bisnis properti perumahan GE Japan Corporation seharga lebih dari 1,6 miliar dollar AS (Rp 20 triliun).

Risiko "bubble"

Kenaikan harga tanah sejak Perdana Menteri Shinzo Abe berjanji untuk mengakhiri deflasi, telah mendorong Mizuho Securities Company untuk mendesak investor agar berhati-hati dengan risiko gelembung dari stimulus moneter BOJ.

Menurut Urban Research Institute Corporation, investasi properti asing di Jepang bertambah lebih dari dua kali lipat menjadi 981,8 miliar yen (Rp 106 triliun) pada tahun lalu.

Meski begitu, Ishii mengatakan hal yang sebaliknya. Secara nasional, harga tanah turun 0,3 persen tahun lalu, dan hanya meningkat dua kali pada basis poin secara tahunan pada dua tahun selama 24 tahun terakhir.

"Memang benar bahwa di daerah tertentu ada banyak investor yang ingin membeli dan kami telah melihat beberapa angka yang sangat tinggi. Namun, jika terjadi gelembung (bubble) properti, Anda akan melihat beberapa hal kurang menarik untuk penawaran spekulatif, dan itu berbeda dengan apa yang terjadi sekarang," kata Ishii.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com