Namun di sisi lain, semen telah terbukti sebagai penghasil karbondioksida terbesar kedua setelah pembangkit listrik. Dampak negatif karbondioksida sendiri salah satunya adalah meningkatkan suhu bumi.
Untuk mengatasinya, terdapat beberapa alternatif, yaitu dengan menggunakan semen hijau. Semen ini merupakan campuran dari hasil limbah bekas pembakaran semen sebelumnya.
"Semen itu waktu diproduksi kan ada ampasnya. Daripada dibuang, maka limbah ini dicampur ke semen tersebut," ujar Ketua Umum Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia (HAKI), Davy Sukamta kepada Kompas.com, Senin (30/3/2015).
Limbah yang bisa dicampurkan ini antara lain debu sisa pembakaran batu bara (fly ash). Dengan mencampur limbah, menurut Davy, maka penggunaan semen tidak lagi harus seratus persen. Istilahnya, material ini bisa menyerupai semen konvensional tanpa harus memakan banyak energi fosil saat diproduksi.
Dari segi kualitas, semen hijau tentu tidak sekuat semen konvensional. Namun menurut Davy, hal ini bisa disiasati dengan komposisi tertentu.
"Tetap tidak bisa tanpa semen (konvensional) sama sekali. Tetap harus dicampur. Tapi, setidaknya ini cukup membantu (mengurangi penggunaan energi fosil)," tutur Davy.
Selain membantu mengurangi emisi karbondioksida, lanjut dia, semen hijau juga lebih murah dibandingkan semen konvensional. Pasalnya, semen hijau menggunakan limbah atau sisa pembakaran.
Davy juga mengatakan, penggunaan semen hijau ini sudah mulai dilakukan sejak 10 tahun terakhir. Namun, penggunaannya terlihat meningkat dalam kurun waktu lima tahun terakhir.
Semen hijau ini diketahui banyak digunakan untuk gedung-gedung. Bahkan, saat ini sudah banyak juga restoran yang telah menggunakan semen hijau untuk konstruksi bangunannya.
"Ada manfaatnya juga semen ini. Saat proses pembangunan, semen yang digunakan dalam konstruksi beton akan mengakibatkan kenaikan suhu awal pada beton yang dapat menyebabkan terjadi retak. Dengan tambahan fly ash maka panas hidrasi semen dapat berkurang," pungkas Davy.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.