JAKARTA, KOMPAS.com - Implementasi konsep
smart city tak bisa dilakukan selama belanja pegawai di kota dan kabupaten Indonesia sangat boros. Menurut data Kementerian Dalam Negeri, dari total 532 kota/kabupaten Indonesia sebanyak 92 persennya dinilai boros.
Kota/kabupaten tersebut mengalokasikan sebesar 80 persen APBD untuk belanja pegawai. Sementara 20 persen sisanya untuk pembangunan. Padahal untuk membangun kota menjadi cerdas atau
smart city butuh dana besar, waktu panjang dan berkelanjutan. Sehingga tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup warga kota/kabupaten dapat terwujud.
"Jangan sampai konsep smart city ini mentok hanya karena kekurangan dana dan berhenti di satu periode pemerintahan kota/kabupaten saja. Tidak boleh mentang-mentang tak mau lanjut jadi gubernur/walikota lalu program smart city terbengkalai," ujar Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo saat acara Peluncuran Indeks Kota Cerdas Indonesia 2015 di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta Pusat.
Selain itu, perencanaan konsep smart city dalam jangka panjang juga diharapkan agar pengembangan kota pintar tersebut tidak dilakukan tergesa-gesa. Menurut Tjahjo, konsep smart city di suatu kota atau kabupaten perlu direncanakan dengan matang.
"Konsep ini harus dimatangkan terlebih dahulu untuk bisa digunakan berkelanjutan. Selain itu, daerah harus mampu mengalokasikan anggaran yang lebih besar untuk pembangunannya," lanjut Tjahjo.
Idealnya, imbuh Tjahjo, 60 persen anggaran belanja daerah digunakan untuk pembangunan infrastruktur. Sisanya baru digunakan untuk belanja aparatur. Saat ini tidak sampai 10 persen yang melakukan hal itu, seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Bandar Lampung, dan Palembang. (Dimas Jarot Bayu)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.