"Komponen-komponen smart city itu adalah alat dan metode untuk membuat warga kota kualitas hidupnya terus meningkat," ujar Andrinof.
Kota cerdas, bisa dilihat dari berlangsungnya kegiatan ekonomi, pelayanan transportasi, tata kelola kota, dan pengelolaan lingkungan yang efektif. Tujuan akhir pembentukan kota cerdas ini adalah untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Tetapi, mengejar kualitas hidup manusia saja, tidak cukup. Kota yang manusianya cerdas, tapi tidak bermasyarakat, maka belum bisa dikatakan kota cerdas. "Suasana ruang publiknya tidak memberikan rasa nyaman, rasa toleransi rendah, kepatuhan terhadap peraturan rendah," jelas Andrinof.
Oleh karena itu, tambah dia, fungsi tata kelola kota sangat berperan untuk membangun masyarakatnya, bukan hanya individu. Karakteristik tata kelola kota, kabupaten maupun provinsi, memiliki kompleksitas tinggi. Semakin besar perkotaan, maka sangat kompleks masalah yang dihadapi.
Andrinof mencontohkan masalah kompleks perkotaan adalah keterbatasan lahan. Lahan di perkotaan lebih sedikit dibandingkan di desa. Sementara penduduknya, jauh lebih banyak. Setiap satu orang yang meninggal, membutuhkan lahan 2,5 meter. Maka jika ada 90 orang meninggal, dibutuhkan setidaknya lahan seluas 225 meter persegi.
"Dengan ciri kompleksitas itu, maka tata kelola harus smart. Aneh kalo pemimpin kota tidak memikirkan cara yang smart dalam mengelola kota," tandas Andrinof.