Pasalnya, negeri ini mengalami pasokan properti berlebih. Sementara prospek investasi semakin tak kondusif. Kondisi semakin parah saat harga properti terus anjlok. Ini semakin mendorong para investor dan orang-orang kaya Tiongkok kabur membawa lari dananya ke mancanegara.
Betapa tidak, mengacu data Badan Pusat Statistik Tiongkok (National Bureau Statistics atau NBS), penurunan harga pada Januari 2015 rerata sebesar 5,1 persen lebih buruk ketimbang kemerosotan pada Desember 2014 sebesar 4,3 persen.
Penurunan harga ini sebagai rangkaian respon negatif pasar yang dimulai sejak 2011 lalu. Beijing dan Shanghai tercatat sebagai dua kota yang mengalami penurunan terbesar yakni 3,2 persen dan 4,2 persen pada Januari 2015. Padahal Desember lalu, kemerosotan hanya 2,7 persen dan 3,7 persen.
Padahal, pemerintah Tiongkok terus melakukan langkah stimulus. Bank Rakyat Tiongkok memangkas persyaratan cadangan bank-bank besar atau jumlah kas minimum. Langkah ini sebagai kelanjutan pemotongan suku bunga pada November 2014.
Setelah pertumbuhan yang kuat dalam beberapa tahun terakhir, harga properti Tiongkok tak lagi melaju kencang di tengah melimpahnya pasokan dan melemahnya pertumbuhan ekonomi menjadi hanya 7,4 persen pada 2014 atau terendah dalam 24 tahun.
Padahal sektor perumahan memberikan kontribusi sekitar 15 persen dari perekonomian Tiongkok.
Konsultan properti lokal mengatakan, penurunan yang stabil akan terjadi di perumahan-perusahaan di seluruh wilayah Tiongkok daratan. Masalah terbesar saat ini adalah banyaknya pasokan yang berasal dari pengembang besar. Hingga lima tahun ke depan, persediaan masih banyak.
Meskipun nantinya properti-properti tersebut terserap pasar, namun harganya tak akan bisa lagi merangkak naik dalam waktu dekat. Akibatnya, investor-investor Tiongkok tetap berpaling ke luar negeri yang menawarkan tingkat investasi menggiurkan.
Sementara Tiongkok mengalami sepi dan harus bersabar menunggu pembeli. Bangunan-bangunan jangkung tak berpenghuni akan semakin menguatkan tahbis kota-kota lapis kedua, ketiga dan seterusnya menjadi "kota mati" untuk tidak dikatakan "kota hantu".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.