JAKARTA, KOMPAS.com - Anjloknya harga minyak tak hanya membuat ongkos distribusi barang konsumsi menurun, tapi juga sekaligus menguatkan kembali daya beli dan gairah investasi masyarakat.
Masyarakat memiliki cadangan dana lebih akibat berkurangnya alokasi untuk ongkos transportasi. Dana lebih ini bisa dialihkan untuk mengonsumsi barang-barang lainnya seperti kebutuhan makanan, minuman, pakaian, bahkan hiburan.
Mempertimbangkan fakta demikian, National Director Head of Advisory JLL Indonesia, Vivin Harsanto, mengatakan, bisnis yang bakal cemerlang tahun ini adalah ritel dan residensial.
"Masyarakat akan menghabiskan uang untuk keperluan itu. Di luar kebutuhan pokok, dana akan dialihkan untuk ritel konsumsi, entertainment, ngopi, atau kebutuhan gaya hidup lainnya," tutur Vivin kepada Kompas.com, Rabu (21/1/2015).
Bisnis ritel, kata Vivin, pada gilirannya akan mengalami lonjakan permintaan. Para peritel akan melakukan ekspansi besar-besaran tak hanya di kawasan Jadebotabek, melainkan juga di kota-kota besar, kota lapis kedua (second-tier), dan kota lapis ketiga (third-tier) seluruh Indonesia.
"Ini peluang bagus bagi pengembang untuk membangun ruang ritel atau pusat belanja. Karena pastinya para peritel butuh ruang untuk ekspansi," tambah Vivin.
Di Jakarta sendiri, karena masih berlaku moratorium pusat belanja, mendorong para peritel berpaling ke daerah. Mereka belum mendapatkan tempat baru sebagai dampak aksi pengelola melakukan reposisi pusat belanja yang didorong pemberlakuan moratorium tadi.
Total permintaan yang tercatat sepanjang 2014 seluas 50.642 meter persegi, dari total pasokan baru seluas lebih kurang 60.000 meter persegi yang masuk pasar. Sementara tingkat huniannya mencapai posisi 92,4 persen dari pasokan eksisting 2,6 juta meter persegi. Jadi, kata Vivin, bisnis ruang ritel masih sehat, seimbang dan punya prospek bagus.
"Ke depan, pasokan baru yang masuk pasar pun terbatas, hanya 380.000 meter persegi. Inilah dampak moratorium," imbuh Vivin.
Dia melanjutkan, bisnis lainnya yang punya prospek sama cerahnya adalah residensial, baik apartemen maupun perumahan. Masyarakat punya cukup dana untuk membeli residensial sebagai hunian tinggal ataupun sebagai instrumen investasi.
Mengacu pada kinerja residensial terutama apartemen sepanjang tahun lalu, hampir 17.000 unit terserap pasar. Segmen terbanyak adalah kelas menengah dengan komposisi tingkat penjualan (sales rate) 80 persen, kelas atas 70 persen, dan menengah bawah 70 persen.
"Harga pun relatif stabil. Bahkan saat suasana Pemilu masih berlangsung, harga mengalami kenaikan cukup signifikan rerata 7,5 persen untuk kelas menengah atas pada kuartal III 2014," tandas Vivin.
Tahun ini hingga 2018 ke depan, tambah dia, akan masuk sebanyak 57.000 unit. Sebanyak 80 persen di antaranya sudah terjual.