SURABAYA, KOMPAS.com - Pemerintah dihadapkan pada angka kebutuhan rumah untuk yang tinggi tahun ini. Angka kebutuhan dan pemenuhan rumah itu kini sudah mencapai lebih dari 15 juta unit.
Untuk mengatasinya, pengembang mendorong pemerintah agar segera menentukan persebaran kebutuhan rumah di seluruh Indonesia. Ketua DPD Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) Sumatera Barat, Ramal Saleh, mengatakan bahwa pemerintah tidak menjelaskan backlog (angka kekurangan) 15 juta tersebut secara spesifik.
"Itu kan data nasional, tak ada data berapa backlog per kecamatan, per kelurahan," ujar Ramal kepada Kompas.com, Kamis (13/11/2014).
Seharusnya, menurut Ramal, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat bekerjasama dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk memetakan persebaran kebutuhan rumah secara lebih mendetail. Setelah itu, menurut Ramal, akan lebih mudah membuat kebijakan ketersediaan lahan yang akan digunakan untuk membangun rumah rakyat.
"Karena, kebutuhan perumahan di setiap daerah bisa berbeda-beda. Jumlah 15 juta unit itu tak bisa dibagi rata di Indonesia. Backlog di tiap provinsi berapa kebutuhannya, harus ada turunannya. Kabupaten berapa, kecamatan berapa. Tanpa itu, nonsense bahwa lima tahun backlog habis," kata Ramal.
Dia juga menyarankan, selain bekerja sama dengan Kemendagri, pemerintah melalui Kemen-PU dan Pera bisa membentuk kelompok kerja khusus di tingkat kabupaten dan kota. Kerjasama itu untuk memetakan kebutuhan rumah di masing-masing daerah.
Sementara itu, terkait kerja sama dengan pengembang, pemerintah bisa memberikan kemudahan dalam menyediakan lahan yang sudah dibangun infrastrukturnya.
"Misalnya, tahun ini (pemerintah) beli 100 hektar, itu dibuatkan infrastruktur, lanskap. Harus ditentukan yang mana (lahan) buat jalan, yang mana buat rumah, bagaimana aksesnya. Baru itu bisa dijual ke pengembang," kata Ramal.
Dengan begitu, tambah Ramal, pengembang dapat langsung membangun tanpa harus mengurus kembali perizinan yang selalu memakan waktu lama karena panjangnya birokrasi. Menurut dia, setidaknya, untuk satu rumah saja pengembang harus mengurus Pajak Bumi dan Bangunan, Izin Mendirikan Bangunan, balik nama sertifikat, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penghasilan. Jika infrastruktur sudah tersedia, maka pengembang lebih cepat membangun rumah sehingga lebih cepat pula angka backlog turun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.