KOMPAS.com – Arsitek dan insinyur di seluruh dunia kini tengah mencari cara baru dalam membangun gedung yang lebih tinggi dan lebih cepat tanpa harus menimbulkan dampak kerusakan pada lingkungan. Mereka melihat bahwa bahan bangunan yang dapat mendukung gagasan tersebut adalah kayu.
Arsitek Michael Green mengatakan, langit adalah batas untuk bangunan kayu. Hal tersebut tercermin pada pembangunan University of Northern British Columbia’s Wood Innovation and Design Centre di Prince George, yang terdiri atas 30 lantai.
Nantinya, jika selesai dibangun, proyek Green tersebut akan menjadi bangunan kayu tertinggi di dunia. Prestasi itu akan melompati pesaingnya, Stadthaus London, yang hanya memiliki sembilan lantai, dan Forte Building di Melbourne setinggi 10 lantai. Tapi, menurut Green, hal itu bukan motivasi utamanya.
"Sejujurnya, bukan masalah menjadi yang tertinggi. Kami benar-benar melihat masa depan kayu pada kota, dan tujuan kami adalah membuat orang lain terlibat pada pembangunan menggunakan kayu juga," kata Green.
Green berharap hal itu dapat menginspirasi arsitek dan insinyur untuk tidak bergantung pada beton dan baja, serta mengembangkan material yang menahan karbon dioksida dari atmosfir. Setiap meter kubik kayu dapat menyerap satu ton karbon dioksida.
Pada konteks ini, dapat disimpulkan bahwa bangunan kayu setinggi 20 lantai bisa menyerap 3.100 ton karbon. Sebaliknya, beton malah mengeluarkan 1.200 karbon. Perbedaan tersebut sama saja dengan menyingkirkan 900 mobil penghasil karbon dalam satu kota setiap tahunnya.
Tetapi, sementara orang-orang seperti Green menaburkan benih-benih perubahan, pemangku kebijakan atau pemerintah justru mempersulit berkembangnya bangunan kayu. Hal itu berdasarkan reputasi kayu sebagai bahan bakar di kota-kota besar.
Contohnya adalah London, Chicago, dan San Fransisco, yang pernah didera kebakaran besar yang meratakan kota dengan tanah. Namun, kemudian, saat ini para insinyur tengah mengembangkan pelapis atau pelindung kayu yang mampu membuat kayu menjadi tidak mudah terbakar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.