Presiden Direktur Paramount Land, Ervan Adi Nugroho, mengatakan peluncuran La Bella untuk memenuhi permintaan pasar rumah tapak. Target pasar klaster ini berbeda dari produk sebelumnya,
"Ini sejalan dengan rencana kami membentuk strata perkotaan yang seimbang. Permintaan pasar rumah tapak masih tinggi dan kami ingin konsisten bermain di ceruk ini," ujar Ervan, Rabu (5/11/2014).
Sementara itu, menurut Direktur Marketing Paramount Land, Andreas Nawawi, pertumbuhan kawasan Gading Serpong saat ini semakin memperkuat posisinya sebagai new economic hub di Jabodetabek. Untuk itu, dia menargetkan klaster La Bella@Atlanta Village dapat meraup penjualan Rp 400 miliar.
"Hari ini diluncurkan dan sudah terjual lebih dari 50 unit," ujarnya.
Andreas menjelaskan, unit-unit klaster tersebut terdiri tiga kamar tidur dengan kamar tidur utama seluas 5,25 x 5meter persegi, tiga kamar mandi, kamar tidur pembantu, serta private carport berkapasitas dua mobil. Klaster ini juga difasilitasi dengan bermacam arena rekreasi.
"Bagi investor dan konsumen, mereka akan lebih memilih rumah tapak ketimbang high rise building, apalagi harganya tidak jauh berbeda," sambung Andreas.
Tidak takut asing
Klaster La Bella @Atlanta Village sendiri merupakan klaster ke sembilan yang diluncurkan Paramount Land sepanjang 2014 ini. Total unit yang diluncurkan mencapai 2.200 unit rumah. Hingga akhir Oktober lalu, Paramount Land mencatat penjualan lebih dari 86% dari target tahun 2014 sebesar Rp 3 triliun atau meningkat 10 persen dibanding tahun lalu.
Untuk itulah, lanjut Andreas, menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan diterapkan 2015 nanti, pihaknya mengatakan bahwa MEA merupakan peluang bagi Paramount dan pengembang nasional lainnya.
"Kami melihat MEA dan perdagangan bebas bukan ancaman bagi pengembang lokal, justru sebaliknya, ini potensi besar," ujarnya.
Dia pun mengatakan, kendati belakangan ini pengembang asal Singapura, Malaysia, dan Hong Kong melakukan investasi di Indonesia, tidak akan menggerus para pengembang lokal. Pasalnya, kata Andreas, hanya pengembang lokal yang mengerti selera lokal.
"Meski pengembang asing membawa dana besar, mereka tidak mengenal karakter konsumen lokal, pembebasan lahan, dan selera lokal. Jadi, untuk apa khawatir," kata Andreas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.