JAKARTA, KOMPAS.com - Penggabungan dua kementerian, Kementerian Pekerjaan Umum (PU) dan Perumahan Rakyat (Pera) tidak serta merta anggarannya disatukan. Sekretaris Menteri Perumahan Rakyat Rildo Ananda Anwar mengatakan, tidak ada penambahan anggaran setelah penggabungan ini.
"Anggaran kemarin (APBN) masih sama, peningkatan (perumahan rakyat) cuma Rp 50 miliar. Anggarannya PU lebih besar. Kita (perumahan rakyat) seperlimabelasnya atau seperduapuluhnya (PU)," ujar Rildo kepada Kompas.com, Sabtu (1/11/2014).
Rildo menyebutkan, total anggaran Kementerian Perumahan Rakyat adalah sebesar Rp 4,621 triliun dengan tambahan dana sejumlah Rp 1,7 miliar. Angka ini jauh lebih kecil daripada jumlah anggaran yang diberikan ke PU yaitu Rp 81,8 triliun dengan tambahan dana untuk beberapa program sebesar Rp 7,075 triliun.
Rildo menyebutkan, dalam waktu dekat, Kementerian PU dan Pera akan fokus dalam melaksanakan program pemenuhan kebutuhan perumahan untuk rakyat, terutama masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang memiliki rumah tidak layak.
"Masih mengatasi backlog, dan peningkatan kualitas rumah. Jadi rumah-rumah kumuh itu akan kita bantu dengan (pembangunan) rumah baru dengan peningkatan kualitas. Entah itu atapnyalah atau temboknya," tutur Rildo.
Dia menambahkan, saat ini, Menteri PU dan Pera, Basuki Hadimuljono tengah mempelajari skema pemenuhan kebutuhan perumahan rakyat. Menurut dia, jika harus dibangun rumah susun, perlu ada peninjauan terlebih dahulu. Karena, sebelum digabung, PU juga membangun rusun.
Kuncinya tanah
Rildo menjelaskan, selama ini, faktor utama tingginya angka backlog adalah ketersediaan tanah. Menurut dia, harga tanah terus melonjak naik dan sulit diikuti.
"Harga bahan bangunan tidak terlalu besar. Misalnya, semen sekian. Tapi, kalau harga tanah kita tidak bisa mengikuti pasar," kata Rildo.
Dia pun berharap, pemerintah melalui Badan Usaha Milik Negara bisa menyediakan tanah untuk membangun rumah rakyat. Rildo berpendapat, hal tersebut dapat mengendalikan harga. Sehingga, rumah-rumah ini terjangkau oleh MBR dan backlog pun berkurang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.