Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mau Tak Mau, Jokowi Harus Restrukturisasi Kerjasama Pemerintah-Swasta

Kompas.com - 31/10/2014, 13:03 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mewujudkan konsep pembangunan tol laut dan infrastruktur darat yang terintegrasi memang membutuhkan dana besar. Pembangunan infrastruktur dasar saja perlu dana hingga lebih dari Rp 6.500 triliun dalam lima tahun ke depan. Untuk itu, Presiden Joko Widodo, disarankan harus segera membentuk lembaga kemitraan infrtasruktur.

Realisasi pembangunan infrastruktur tidak bisa hanya mengandalkan terobosan berupa skema kerjasama pemerintah swasta (KPS). Pembangunan infrastruktur dasar termasuk fokus pada koridor laut Kuala Tanjung ke Bitung, harus ditangani oleh sebuah lembaga khusus.

"Melihat pengalaman 10 tahun terakhir, tidak satu pun program prioritas KPS terbangun. Bahkan, tidak sampai melewati tahap pra-kualifikasi. Semua macet di tender. Satu-satunya yang financial close, PLTU Batang, itu pun sampai sekarang tidak bisa maju karena sebagian tanah belum bisa dibebaskan," papar Ketua Umum Ikatan Ahli Perencana Indonesia (IAP), Bernardus Djonoputro, kepada Kompas.com, Jumat (31/10/2014).

Pemerintah, lanjut dia, melalui unit kerja khusus (lembaga) yang profesional, harus segera mengevaluasi kembali proyek yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Dengan demikian, bisa mengoptimalkan dana pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum.

Restrukturisasi KPS

Presiden Jokowi, usul Bernardus, harus segera merestrukturisasi secara menyeluruh manajemen penyelenggaraan pembangunan infrastruktur terutama KPS. Semua alat kelengkapan, fasilitas dan perusahaan penyertaan modal pemerintah harus disatukan dalam satu unit kerja lintas kementerian.

Menurut Bernardus, sebetulnya semua perangkat untuk mendukung KPS sudah ada, seperti Undang-undang Nomor 2/2012 tentang Pembebasan Lahan, revolving fund  untuk lahan, perusahan penyertaan ekuitas PT Sarana Multi Infrastruktur dan anak nya PT Indonesia Infrastructure Finance, juga Komite Percepatan Pembangunan Infrastruktur serta PT Indonesia Infrastructure Guarantee Fund.

"Bahkan public private partnership center (PPP) mulai disiapkan, walaupun tempatnya belum tepat, yaitu di salah satu direktorat di Kemenkeu. Sampai saat ini KPS air bersih Lampung, Umbulan, sebagian besar Tol Trans Jawa, air bersih Makassar, dan pelabuhan-pelabuhan belum bergerak sama sekali," ungkap Bernardus.

Lembaga tersebut langsung disupervisi oleh presiden atau wakil presiden. Sementara itu, KPS adalah usaha bermitra dengan investor, berbagi risiko dan mendapatkan garansi pemerintah untuk mencapai ekuilibrium business plan yang dapat diterima. Nah, lembaga khusus ini bertugas menyusun studi kelayakan  kelas dunia, karena para investor yang mau masuk ke infrasturktur hanya spesialis di bidang ini dan pemain-pemain internasional.

"Mereka kemudian menunjuk penasihat-penasihat dunia, dan menciptakan kaidah dan lingkungan tender investasi yang transparan dan profesional. Ini penting untuk kredibilitas proyek-proyek di Indonesia agar dilirik investor serius dunia," papar Bernardus.

Juga layak dipikirkan segera untuk mendirikan lembaga kemitraan multi-stakeholder, di mana para investor, perbankan, pemerintah, kontraktor, pengelola infrastuktur, baik lokal maupun internasional.

Posisi lembaga ini sebagai mitra dari pemerintah, bersifat independen, merupakan clearing house dari proyek-proyek layak dan menjadi mitra dialog yang membangun knowledge dan pola kerja di sektor infrastruktur, terutama KPS baik yang solicited maupun un-solicited projects. Model lembaga independen seperti ini sudah jamak dilakukan di Kanada, Australia dan negara-negara lain.

"Para pejabat di lingkungan kedeputian infrastruktur di Kementerian Ekonomi, Bappennas, Keuangan, dan Pekerjaan Umum sudah paham dan setuju dengan ide dari lembaga ini. Pasalnya, studi mendalam sudah dilakukan melalui Inisiatif Infrastruktur Indonesia dengan bantuan Australia. Harus segera ditindaklanjuti dan segera lembaga ini dapat menjadi mitra pemerintah dalam proses akselerasi pembangunan infrastruktur," pungkas Bernardus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau