Demikian dikatakan Ketua Projo Kabupaten Garut dan Pengurus Pusat GMNI, Kalam, kepada Kompas.com di Jakarta, Rabu (15/10/2014). Dia mencontohkan, di era Presiden SBY persoalan perumahan rakyat tak kunjung selesai karena menterinya berasal dari partai politik (parpol) yang sarat berbagai kepentingan.
Kalam mengatakan, Jokowi butuh figur "pembantu" yang sanggup mengikuti cara dan gaya kerjanya. Menpera ke depan harus bersih, sederhana, pekerja keras, dan siap bekerja melayani rakyat, terutama menteri perumahan rakyat (Menpera). Dengan demikian, menteri memiliki ritme yang sama dengan misi dan pola kerja Jokowi.
"Sejumlah nama sudah menggerucut, dan saya yakin Jokowi akan selektif mencari kandidat menteri yang selama ini sudah berbuat banyak, termasuk di sektor perumahan rakyat," kata Kalam.
Dia menambahkan, dari beberapa nama yang mencuat sebagai kandidat Menpera, menurut Kalam, semuanya cukup mumpuni, terutama dari kalangan profesional. Namun, dia mengaku sosok Eddy Ganefo yang kini menjabat Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) dinilai paling tepat karena diyakini bisa mengikuti ritme Jokowi-JK yang bekerja cepat, bersih, berpikir inovatif, dan minim kepentingan.
"Dia cukup memahami persoalan dan menyelesaikan hambatan yang ada di sektor perumahan rakyat, apalagi Eddy memimpin asosiasi pengembang rumah sederhana dan juga banyak membangun rumah rakyat," ujar Kalam.
Kalam merujuk keberhasilan Apersi di bawah kepemimpinan. Pada periode kepengurusan 2010-2013, melalui Mahkamah Konstitusi (MK) Eddy Ganefo berhasil menghapus pasal pembatasan luas rumah 36 meter persegi yang bisa memperoleh subsidi dari pemerintah. Selain itu, Eddy juga merancang program penyediaan rumah MBR di tepian Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan, dengan menggandeng pemerintah kota dan BUMN.
Berperkara
Widi Nugroho, Koordinator JKW4P Kabupaten Garut menambahkan, kriteria paling pas untuk memimpin Kemenpera adalah kalangan profesional, terutama yang memiliki banyak jejak positif dalam memperjuangkan kepentingan MBR.
"Selain itu, mereka benar-benar memahami permasalahan rumah rakyat, karena sekarang ini kita sudah mengalami darurat backlog yang setiap tahun terus bertambah. Sebagai ketua asosiasi, Eddy punya kapasitas itu dan jaringan yang baik di lintas pemangku kekuasaan," ujar Widi.
Sementara itu, Yayan Inong, Ketua Gerakan Salam 2 Jari, melihat sosok Eddy Ganefo adalah seorang pejuang di sektor perumahan rakyat, tanpa menampik peran banyak pihak dalam penyediaan rumah rakyat di Tanah Air. Menurut dia, selama ini Eddy Ganefo terbukti berkontribusi untuk hunian layak huni bagi MBR. Salah satunya adalah berani memperkarakan aturan main hunian MBR di MK melawan pemerintah.
"Dia berani memperjuangkan hak konstitusinya untuk mendapatkan subsidi perumahan yang dihilangkan. Eddy cukup banyak bergelut dan bersentuhan langsung dengan hunian rakyat sehingga lebih peduli untuk hunian MBR ketimbang rumah komersial yang sebenarnya tidak perlu diurus lagi oleh negara," kata Yayan.
Seperti diketahui, dua tahun lalu Apersi didukung oleh berbagai komponen masyarakat perumahan lainnya berhasil membatalkan Pasal 22 Ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011. UU tersebut membatasi batasan rumah untuk mendapatkan subsidi FLPP hanya minimal seluas 36 meter persegi dan harga Rp 70 juta per unit.
Saat itu Eddy Ganefo berpendapat, bahwa pembatasan tersebut merupakan kebijakan yang tidak adil. Alasannya, UU Nomor 1 Tahun 2011 dinilai membuat MBR semakin sulit memiliki rumah bersubsidi karena daya belinya hanya dengan harga di bawah Rp 70 juta dan ukurannya di bawah 36 meter persegi.
UU tersebut juga mengancam masyarakat yang membangun rumah di bawah tipe 36 dengan hukuman denda Rp 5 miliar. Dengan begitu, hak masyarakat untuk membangun dan membeli rumah sesuai kemampuannya terhalangi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.