Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembangunan "Giant Sea Wall" Tak Relevan Lagi untuk Jakarta

Kompas.com - 07/10/2014, 11:39 WIB
Latief

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Proyek giant sea wall menuai keragu-raguan kuat dari banyak pihak, baik dari akademisi dan masyarakat sipil untuk membuat bendungan raksasa di teluk Jakarta. Bahkan, belakangan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Putra atau Ahok, mulai tidak percaya diri untuk melanjutkan proyek bernilai Rp 250 Triliun lebih itu.

Keraguan Ahok dapat dipahami setelah melihat langsung kegagalan proyek bendungan laut Semaguem di Korea Selatan. Secara faktual kota tersebut hanya dilalui oleh satu sungai dan berakhir dengan kondisi bendungan yang tercemar.

"Hal tersebut jelas tidak sesuai dengan rencana pemerintah untuk menjadikan giant sea wall yang selain sebagai penahan gelombang, juga sebagai tempat penampuangan bahan baku air minum," ujar  Abdul Halim, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) di Jakarta, Selasa (7/10/2014).

Halim mengatakan, kondisi Teluk Jakarta merupakan muara dari 13 sungai sehingga akan semakin memperbesar kemungkinan pencemaran di Teluk Jakarta. Sebabnya, menurut dia, proses sedimentasi secara alami yang terganggu.

Tak heran, belakangan Ahok sendiri "putar haluan" dengan keinginannya menjadikan bendungan laut di Rotterdam, Belanda, sebagai referensi untuk memuluskan proyek yang diklaim bisa mencegah Jakarta dari langganan banjir. Padahal, kata Halim, pendekatan "keras" terhadap solusi banjir di wilayah pesisir sudah tak lagi menjadi tren.

"Bahkan, di Belanda sekalipun konon sebagian besar wilayahnya berada di bawah permukaan laut," ujar Halim.

Pada sebuah tulisan berjudul "The Transition in Dutch Water Management" (Wan der Brugge, et al, 2005) menyebutkan, bahwa pendekatan teknis dengan membangun konstruksi untuk melawan air seharusnya diimbangi dengan pendekatan kolaboratif antara aspek teknis dan sosial serta ekologi. Di Belanda sendiri, pernah terjadi banjir besar pada 1953 yang mengakibatkan kerugian hebat khususnya kota Rotterdam. Tercatat kurang lebih 2000 orang meninggal dan 47.300 rumah hancur disapu banjir.

Di buku tersebut juga disebutkan, untuk merespon bencana tersebut dibangun dam atau bendungan raksasa yang mengawal pesisir Belanda. Pada perkembangannya, banyak bangunan bersejarah dan ruang hijau yang dikorbankan dan akhirnya membuat masyarakat melakukan protes. Salah satu contoh nyata pada 1970, yaitu proyek Eastern Scheldt Dam di Oosterschelde.

"Sejak saat itu, pendekatan yang dilakukan oleh Pemerintah Belanda adalah mengedepankan konsep adaptasi dibanding mitigasi. Misalnya, lewat pembahasan bersama rencana menanggulangi banjir dengan berbagai pihak terkait seperti antar pemerintah, masyarakat, akademisi, pemilik tanah, pengusaha," kata Halim.

Halim mengatakan, kecenderungan mengadopsi teknologi dengan pendekatan kaca mata kuda dan merusak keseimbangan alam tentu akan merugikan kota Jakarta itu sendiri. Belanda, yang berada di kawasan sub-tropis, tentu karakteristik pesisirnya tidak sama dengan Indonesia yang berada di perairan tropis.

"Nilai ekologis, ekonomis dan sosial ekosistem pesisir sub-tropis tidaklah setinggi nilai ekosistem pesisir tropis. Karena itu, pendekatan reklamasi dan pembangunan tembok raksasa di Teluk Jakarta juga tidak relevan dan lemah secara argumentasi ketika harus mengorbankan ekosistem pesisirnya," kata Halim.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Gelar Gathering, Springhill Palembang Residences Perkenalkan Hunian Bergaya Jepang

Gelar Gathering, Springhill Palembang Residences Perkenalkan Hunian Bergaya Jepang

Hunian
Gelar Customer Gathering, Botanica Springhill Residences Perkenalkan Rumah Contoh

Gelar Customer Gathering, Botanica Springhill Residences Perkenalkan Rumah Contoh

Hunian
Lampaui Target, 'Marketing Sales' Jababeka Capai Rp 3,19 triliun

Lampaui Target, "Marketing Sales" Jababeka Capai Rp 3,19 triliun

Berita
Disiapkan buat Jalur Mudik Lebaran, Ini Progres Tol Palembang-Betung

Disiapkan buat Jalur Mudik Lebaran, Ini Progres Tol Palembang-Betung

Berita
Penjelasan Nusron soal Kontroversi Pembatalan Sertifikat Milik Aguan di Laut Tangerang

Penjelasan Nusron soal Kontroversi Pembatalan Sertifikat Milik Aguan di Laut Tangerang

Berita
Sertifikat Elektronik Dianggap Tak Aman, Nusron: Sistem Keamanannya Berlapis

Sertifikat Elektronik Dianggap Tak Aman, Nusron: Sistem Keamanannya Berlapis

Berita
Terkendala Cuaca dan Material, Bendungan Meninting Kelar Maret 2025

Terkendala Cuaca dan Material, Bendungan Meninting Kelar Maret 2025

Berita
Mal Terbesar di Timur Bekasi, Living World Grand Wisata Resmi Dibuka

Mal Terbesar di Timur Bekasi, Living World Grand Wisata Resmi Dibuka

Ritel
Tanah Eks BLBI Karawaci Mau Dimanfaatkan untuk Program 3 Juta Rumah

Tanah Eks BLBI Karawaci Mau Dimanfaatkan untuk Program 3 Juta Rumah

Berita
Nusron Bantah Sertifikat Milik Aguan Batal Dicabut, Ini Penjelasannya

Nusron Bantah Sertifikat Milik Aguan Batal Dicabut, Ini Penjelasannya

Berita
Revitalisasi Stadion Maguwoharjo Diklaim Sesuai Standar PSSI dan FIFA

Revitalisasi Stadion Maguwoharjo Diklaim Sesuai Standar PSSI dan FIFA

Fasilitas
Menurut Fengsui, Ini Cara yang Tepat Menempatkan Jam Dinding di Rumah

Menurut Fengsui, Ini Cara yang Tepat Menempatkan Jam Dinding di Rumah

Tips
Klarifikasi Nusron Wahid: Tidak Benar Sertifikat Milik Aguan Batal Dicabut

Klarifikasi Nusron Wahid: Tidak Benar Sertifikat Milik Aguan Batal Dicabut

Berita
Pilihan Rumah Subsidi di Pekalongan: Mulai Rp 130 Juta

Pilihan Rumah Subsidi di Pekalongan: Mulai Rp 130 Juta

Perumahan
Cocok untuk Milenial dan Gen Z, Springhill Yume Green Tawarkan Hunian Modern dan Terjangkau

Cocok untuk Milenial dan Gen Z, Springhill Yume Green Tawarkan Hunian Modern dan Terjangkau

Hunian
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau