Studi Global Property Guide, menunjukkan pencapaian triwulan kedua tersebut jauh lebih rendah ketimbang kuartal pertama tahun ini dan periode yang sama tahun lalu.
Indonesia, contohnya. Harga properti residensial di 14 kota terbesar negara ini mengalami kenaikan hanya 0,74%. Pencapaian tersebut lebih rendah ketimbang periode yang sama tahun lalu, yang berada pada level pertumbuhan 6,06%.
Demikian halnya dengan Taiwan yang melorot drastis menjadi hanya 5,2% dari sebelumnya 14,53%. Pasar-pasar utama lainnya bernasib serupa, yakni Tokyo yang jeblok menjadi 2,63% dari 5,81% pada tahun lalu.Penurunan paling tajam terjadi di Tiongkok. Setelah ledakan properti pada dua tahun lalu, pasar Tiongkok di ambang kehancuran dengan hanya mencatat pertumbuhan harga 2,31% ketimbang pertumbuhan yang kuat 11,11% tahun lalu.
Kemerosotan tersebut disebabkan harga rumah yang terlalu tinggi, sehingga pasar tidak mampu menyerapnya. Para pemegang kebijakan di Asia pun akhirnya memaksakan langkah-langkah pendinginan untuk menghindari terulangnya krisis dahsyat 1997/1998 dan juga krisis finansial 2008.
Menurut Associate Director for Consultancy and Research Knight Frank Indonesia, Hasan Pamudji, bergugurannya pasar-pasar properti utama di Asia dipengaruhi beberapa faktor krusial. Di antaranya adalah langkah pendinginan (cooling measuring), melambatnya pertumbuhan ekonomi, dan juga tingkat inflasi.
"Beberapa negara seperti Tiongkok, Indonesia, dan Singapura memperlihatkan pertumbuhan ekonomi yang lambat. Kondisi makro ini jelas berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan pasar perumahan," ujar Hasan kepada Kompas.com, Jumat (19/9/2014).
Dia menambahkan, khusus Indonesia, faktor lainnya yang menentukan perlambatan pertumbuhan pasar properti adalah kebijakan pengetatan kredit properti, tingginya suku bunga KPR, Pemilihan Umum dan pembentukan kabinet, dan tingkat inflasi.
"Perlambatan akan terus berlangsung hingga akhir 2014. Kendati presiden sudah terpilih dan segera akan membentuk kabinet, namun pasar butuh waktu menyesuaikan diri. Belum lagi ada momentum liburan akhir tahun, dan juga rencana kenaikan BBM. Ini akan membuat pasar semakin tertekan," papar Hasan.
Kendati demikian, Hasan menegaskan, reaksi pasar akan terlihat pada awal tahun 2015. Sentimennya kemungkinan positif. Pasalnya, properti masih dianggap sebagai instrumen investasi menarik, menjanjikan, dan aman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.