Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kementerian PU "Ngetes" Empat Teknologi Fondasi Jalan di Pantura

Kompas.com - 11/06/2014, 10:50 WIB
Latief

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Pekerjaan Umum melakukan uji coba penerapan teknologi fondasi jalan untuk diaplikasikan di jalan Pantura Jawa. Lokasi uji coba tepatnya dilakukan di ruas Ngawi - Bojonegoro, Jawa Timur.

"Ada empat teknologi yang diuji coba. Ini untuk mencari solusi tepat bagi konstruksi jalan ‎Pantura Jawa," kata Wakil Menteri Pekerjaan Umum Hermanto Dardak, Rabu (11/6/2014).

Empat teknologi yang tengah diuji coba itu meliputi rigid pavement, pileslab, cakar ayam, dan sarang laba-laba. Teknologi ini diterapkan untuk mengetahui usia masing-masing konstruksi apabila diberi beban yang sama pada ruas jalan tersebut.

"Nantinya masyarakat yang melewati jalur Ngawi-Bonegoro bisa merasakan atau melihat langsung konstruksi yang rusak lebih dulu atau yang masih bertahan‎ menghadapi kondisi alam dan lalu lintas sedemikian berat," ujar Hermanto.

Kemen PU akan menerapkan teknologi tersebut pada beberapa bagian di jalan tol yang memiliki tanah ekpansi atau mudah susut pada saat kemarau dan mengembang saat hujan, serta sering dilewati kendaraan dengan beban berat. Hermanto mengatakan, pihaknya akan segera mengumumkan teknologi yang akan dipergunakan untuk jalan Pantura itu.

"Penerapannya akan menggunakan kontrak berbasis kinerja untuk menjamin kondisi jalan tetap aman dan nyaman," ujarnya.

Hermanto berjanji akan melihat konstruksi yang memiliki daya tahan dan usia lebih panjang serta biaya pemeliharaan lebih murah untuk diaplikasikan di jalan Pantura. Beberapa konstruksi itu di antaranya adalah sarang laba-laba dan pile slab yang memang memiliki daya tahan untuk daerah-daerah dengan tanah ekstrem.

Adapun untuk konstruksi sarang laba-laba yang patennya dipegang PT Katama Suryabumi. Ini merupakan salah satu karya anak bangsa yang telah mendapatkan penghargaan konstruksi Indonesia dan Upakarti, serta berhasil diaplikasikan pada ruas jalan Sp. Batang-Lubuk Gaung Dumai di atas tanah gambut dan pada ruas jalan Balai Bekuak-Aur Kuning Pontianak di atas tanah lunak.

Muatan sumbu terberat

Terkait jalan Pantura, Hermanto mengakui bahwa sejumlah ruas memang sudah habis sebelum usia rencana. Hal itu disebabkan volume kendaraan terus mengalami kenaikan di luar rencana, selain juga beban berlebih dari kendaraan angkutan barang.

"Sebagian besar ruas jalan Pantura Jawa yang kerap rusak merupakan jalan di sekitar kota-kota besar terutama DKI Jakarta dan Surabaya karena memang kerap dilewati kendaraan barang bertonase besar," kata Hermanto.

Dia menambahkan, jalan Pantura sebagian besar dirancang dapat dilewati kendaraan barang Muatan Sumbu Terberat (MST) 10 ton. Artinya, meskipun kendaraan yang lewat membawa muatan seberat 50 ton misalnya, maka tinggal menggunakan kendaraan dengan roda banyak sehingga beban dapat dibagi merata.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofyan Wanandi mengeluhkan terkait dengan parahnya kondisi jalan di Indonesia, terutama di jalan Pantura Jawa. Hal tersebut membuat tingginya biaya logistik. Menurut dia, biaya logistik di Indonesia mencapai 14 - 15 persen per unit kendaraan.

"Bandingkan dengan negara tetangga Malaysia hanya 7 persen, serta Jepang hanya 5 persen," jelas Sofyan.

Sofyan mengatakan, biaya logistik pada akhirnya berpengaruh terhadap biaya produksi di Indonesia yang jauh lebih besar ditanggung pengusaha di Indonesia, bahkan mengurangi daya saing dalam perdagangan luar negeri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com