Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menggugat Hak Pejalan Kaki...

Kompas.com - 07/05/2014, 14:56 WIB
Tabita Diela

Penulis

BANDUNG, KOMPAS.com -- Natalia Tanan menerima predikat sebagai Peneliti Terbaik 2013 versi interen Badan Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Jalan dan Jembatan, Kementerian Pekerjaan Umum. Kepada Kompas.com, Rabu (7/5/2014), Natalia berbagi kepedulian dan kekhawatirannya terhadap hak pejalan kaki.

Menurut dia, pemerintah kita saat ini lebih fokus pada pemberian fasilitas bagi pengendara kendaraan bermotor. Sebaliknya, hak pejalan kaki diabaikan.

"Bandung typical dengan kota-kota besar lainnya, hampir sama. Masalahnya, pemerintah kita saat ini lebih fokus pada motorisasi. Bayangkan, di Depok misalnya, kalau tidak salah itu ada trotoar yang dihilangkan. Itu menyedihkan sekali," ujarnya.

Lewat penelitian yang gencar dilakukannya, Natalia ingin menyadarkan masyarakat bahwa mereka berhak atas penyediaan fasilitas pejalan kaki. Selama ini masyarakat belum menyadari haknya. Hal tersebut diperparah oleh buruknya kondisi transportasi di negara ini.

"Masyarakat akhirnya enggan berjalan kaki dan lebih memilih menggunakan kendaraan bermotor," ujarnya.

Menggugat hak pejalan kaki

Natalia menemukan satu kecenderungan, meskipun lebih memilih menggunakan kendaraan bermotor, sebenarnya masyarakat mau berjalan kaki. Dalam kondisi panas dan lembab yang biasa dirasakan penduduk tropis sekalipun, masyarakat masih merasa nyaman berjalan kaki sejauh 500 meter.

Sayangnya, tak ada ruang nyaman dan aman untuk berjalan kaki. Padahal, masyarakat sebetulnya mau menggunakan moda berjalan kaki jika fasilitas tersedia.

"Kita tanyakan pada masyarakat, seberapa jauh mereka mau berjalan kaki. Mereka menjawab, 500 meter masih nyaman bagi mereka, dengan kondisi iklim tropis seperti ini. Tapi, ternyata untuk jarak 100 meter sampai 200 meter saja sudah naik ojek. Berarti ada gap yang cukup besar. Ini harus dicari alasannya," ujar Natalia.

Ruang publik

Penyediaan trotoar di sisi jalan raya atau jalan yang aman dan nyaman bagi pejalan kaki mungkin terdengar sepele. Namun, hal itu sebenarnya berperan penting.

Tidak hanya sebagai salah satu cara pemenuhan hak pejalan kaki, trotoar juga termasuk dalam ruang publik. Menyediakan ruang publik yang cukup akan memberi efek positif bagi daerah setempat.

"Dibandingkan negara lain, misalnya Bogota, berhasil menurunkan tingkat kejahatan hingga 50 persen hanya dengan menyediakan ruang publik," imbuh Natalia.

Selain itu, Natalia juga menemukan bahwa trotoar dan jalan raya yang ada di Indonesia tidak hanya berfungsi praktis. Trotoar dan jalan raya merupakan ruang sosial.

"Di Indonesia, jalan itu ruang sosial. Menikahkan anak pun di jalan. Jalan bukan semata-mata untuk lalu lintas. Tapi, ternyata sekarang kendaraan sangat mendominasi. Di jalan sudah tidak aman lagi," ujarnya.

Lantas, apa yang diperlukan untuk memenuhi hak para pejalan kaki? Menurut Natalia, inovasi belum diperlukan. Dia bilang, hanya komitmen pemerintah yang dianggapnya paling penting.

"Saya rasa inovasi tidak (dibutuhkan), hanya komitmen saja. Saya tidak tahu, mau dicari persoalannya dari mana karena ini sudah bergulir. Apakah pemerintah tidak menyediakan lahan, atau tata ruangnya tidak tepat, tidak ada pengawasan, sudahlah tidak perlu dicari kesalahannya. Saya rasa hanya perlu komitmen pemerintah. Buktinya, Surabaya bisa," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau