Pertumbuhan pasar properti Indonesia juga masih dianggap wajar karena disertai kuatnya permintaan sebagai dampak dari pertumbuhan perekonomian yang mendorong bertambahnha jumlah kelas menengah dengan daya beli meningkat.
Pengamat perbankan pada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Mochammad Doddy Ariefianto, mengutarakan hal tersebut, terkait fenomena anjloknya pasar properti di sejumlah negara Asia seperti China, Hongkong, dan Singapura kepada Kompas.com, Sabtu (19/4/2014).
"Implementasi LTV, kenaikan suku bunga atau kebijakan pendinginan lainnya dalam paket pengetatan moneter secara efektif dapat mengerem laju pertumbuhan properti menuju kondisi wajar dan positif. Sejak 2012 Indonesia sudah mengantisipasi kemungkinan gelembung properti. Jadi, kalaupun terjadi penurunan tidak akan terlalu menukik tajam," papar Doddy.
Penurunan pertumbuhan, tandas Doddy, terjadi sangat halus. Kondisi ini telah berlangsung sebelum terjadi fenomena anjloknya properti di China, Hongkong, dan Singapura. Terlebih, total nilai kredit pemilikan rumah (KPR) hanya separuh dari 28 persen kredit konsumsi terhadap total kredit Rp 3.200 triliun per Januari 2014.
"Jadi, pertumbuhan akan terus berlangsung. Hanya persentasenya tidak setinggi sebelum pengetatan moneter 35 persen. Saat ini dan di masa yang akan datang pertumbuhan hanya mencapai 20 persen," ucap Doddy.
Pertumbuhan tersebut, imbuhnya, didorong oleh insentif penjualan yang menstimulasi pengembang untuk berproduksi. Meski sudah direm, penjualan tetap tinggi. Harga pun terus melejit karena permintaan menguat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.