Eddy mengatakan, dana bantuan PSU dari Kemenpera sangat bermanfaat sebagai stimulan untuk mempercepat penjualan rumah bagi MBR sehingga masyarakat bawah mudah memiliki rumah. Namun, kata Eddy, dana tersebut tidak mungkin diselewengkan, karena yang disalurkan kepada para pengembang bukan berupa dana cair atau cash money, melainkan fasilitas jalan dan dan drainase.
"Ada yang dikerjakan pengembang sesuai Perpres 70, ada juga yang dikerjakan oleh kontraktor. Kalau dulu memang rawan dimanipulasi karena dikerjakan kontraktor. Sekarang ini, yang dikerjakan oleh pengembang, malah dibuat di atas spesifikasi. Misalnya, lebar jalan PSU hanya 3 meter, maka pengembang mengerjakannya 4 meter," kata Eddy kepada Kompas.com di Jakarta, Senin (30/9/2013).
Eddy mengakui, tidak mungkin pengembang mau menyelewengkan dana tersebut. Hal itu disebabkan oleh tujuan pengembang yang ingin hasil kerjanya bagus.
"Karena pengembang ingin jalan di perumahannya bagus. Kalau jalannya bagus, perumahannya kan lebih cepat laku," jawabnya.
"Kami (pengembang) diberikan PSU oleh Kemenpera, kemudian pengembang membangun jalannya (PSU) dan setelah selesai dinilai oleh pengawas. Barulah, setelah itu dibayar oleh Kemenpera. Jadi, PSU tidak mungkin dimanipulasi oleh pengembang," tegasnya.
Eddy menilai, pembayaran PSU dengan sistem reimburse seperti saat ini sudah tepat. Cara tersebut dianggap nyaman.
"Kalau semua pengembang rumah MBR dapat semua itu, termasuk yang lokasinya kecil. Sayangnya, pengembang dengan unit kecil tidak menerima, padahal kebanyakan rumah MBR dibangun pengembang yang lokasinya kecil-kecil, misalnya 50 sampai 150 unit rumah," ujar Eddy.
Eddy mengatakan, sejauh ini bantuan PSU bertujuan baik. Sistemnya pun sudah berjalan jauh lebih baik.
"Menuju sempurna. Tapi, memang, akan lebih baik kalau diganti dengan subsidi uang muka. MBR yang dapat langsung subsidi uang muka itu," kata Eddy.
Seperti diberitakan sebelumnya, bantuan dana prasarana, sarana, dan utilitas atau PSU yang dikucurkan oleh Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) untuk membantu biaya prasarana dan utilitas umum bagi pengembang perumahan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) rawan penyelewengan dan tidak sesuai dengan tujuannya. Dana bantuan tersebut seharusnya dapat dijadikan stimulus bagi pengembang MBR untuk mau membangun rumah MBR sekaligus menekan harga rumah yang ada.
"Artinya, harga rumah seharusnya dapat lebih rendah karena biaya pembangunan prasarana dan utilitas yang ada mendapatkan bantuan dana PSU dari pemerintah. Namun nyatanya, hal tersebut jauh dari tujuan dilakukannya bantuan dana PSU. Harga rumah tak kunjung lebih rendah," kata Ali Tranghanda, pengamat properti dari Indonesia Property Watch, dalam siaran pers di Jakarta, Senin (30/9/2013).
Ali mengatakan, dana PSU yang seharusnya dapat menekan harga rumah malah seakan-akan dijadikan dana penerimaan oleh pengembang "nakal" dengan mengatasnamakan pengembang MBR. Untuk itu, hal ini harus dicermati betul oleh seluruh lapisan masyarakat.
"Bayangkan, pengembang memperoleh bantuan dana PSU Rp 4 juta untuk rumah subsidi FLPP yang dibangunnya. Dana PSU bertambah dari tahun ke tahun dan telah ratusan miliar rupiah dana PSU yang dicairkan menjadi salah sasaran," kata Ali.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.