Salah satu pendapat muncul dari CEO Leads Property Indonesia, Hendra Hartono. Hendra mengatakan, ada perbedaan fundamental antara kebutuhan ruang perkantoran di Jakarta dengan Medan dan Surabaya. Sebagai ibukota Negara, Jakarta memudahkan konektivitas ke kota lain maupun luar negeri.
"Semua kantor pusat perusahaan baik Nasional maupun asing berkumpul di Jakarta, Sementara di daerah, ruang perkantoran diisi oleh pemilik. Kalaupun oleh perusahaan, biasanya di ruko dan rukan," papar Hendra ihwal potensi Medan dan Surabaya untuk sektor properti perkantoran komersial kepada Kompas.com, Kamis (12/9/2013).
Menurut dia, luas ruang perkantoran di Medan dan Surabaya berada pada kisaran 50 meter persegi sampai 200 meter persegi. Area itu tidak terlalu luas, karena pada umumnya adalah representative office karena kantor pusatnya selalu beralamat di Jakarta.
Memilih ruko
Seperti pada awal-awal pertumbuhan kantor strata di Jakarta, kebutuhan perkantoran bermula dari kenaikan harga ruko dan lokasinya semakin bergeser ke pinggiran. Saat itu, luas ruang ruko tidak kurang dari 300 meter persegi. Sementara itu, ruang kantor strata di kedua kota tersebut terletak di pusat kota dan bisa dibeli dengan unit yang lebih kecil daripada satu unit ruko.
Pascakrisis multidimensi yang melanda Asia kurun 1997/1998, terhitung tidak ada pasokan kantor baru di Medan dan Surabaya. Kalaupun ada, jumlahnya sangat terbatas. Defisit pasokan terus terjadi hingga sekarang. Akibatnya, yang tumbuh pesat adalah ruko dan rukan.
Kondisi tersebut, lanjut Hendra, menciptakan sebuah potensi dan prospek cukup menjanjikan. Pasalnya, banyak penyewa merasa sudah waktunya melakukan ekspansi atau pindah ke gedung yang lebih representatif.
Adapun profil calon penyewa atau perusahaan yang membutuhkan ruang kantor sebagai kantor cabang atau perwakilan, adalah perusahaan perdagangan (trading), konsultan manajemen, akuntan dan biro hukum.
Hal senada juga dikemukakan Direktur Ciputra Property (CTRP), Artadinata Djangkar. Menurutnya, kebutuhan perkantoran di Medan dan Surabaya memang sudah ada, namun masih sangat tipis. Pengusaha masih suka berkantor di ruko atau rukan.
"Dengan demikian aktifitas sewa perkantoran masih rendah, akibatnya hasil pengembalian investasi tidak sebaik di Jakarta," kata Artadinata.
Untuk sementara, lanjut Artadinata, CTRP belum berminat merambah pasar perkantoran di kedua kota tersebut. Selain karena biaya konstruksi lebih kurang sama dengan biaya konstruksi di Jakarta, sekitar Rp 8 juta per meter persegi, juga karena kebutuhan belum signifikan.
"Lagipula harga sewa masih sangat rendah, tidak sebanding dengan ongkos konstruksi," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.