JAKARTA, KOMPAS.com - Pertumbuhan properti saat ini tak hanya terjadi di kota-kota besar Indonesia seperti kawasan Jadebotabek, Surabaya atau Medan. Melainkan sudah merambah ke kota-kota level kedua (second-tier).
Kota kedua semacam Yogyakarta, Balikpapan, Banjarmasin, Solo, Palembang, Pekanbaru dan Manado, mulai menunjukkan pergerakan signifikan dalam tiga tahun terakhir. Pengembangan properti skala besar berlangsung masif di kota-kota ini. Dengan potensi pasar berceruk luas serta daya beli masyarakatnya yang bahkan lebih tinggi ketimbang penduduk Jadebotabek menjadi penyulut beberapa pengembang Nasional ikut menggarapnya.
Tercatat Agung Podomoro Land, Ciputra Group, Lippo Group, dan Sinarmas Land, sekadar menyebut contoh. Mereka sudah dan akan mengembangkan portofolio properti berikutnya di kota-kota tersebut.
CEO Lippo Homes, Ivan S Budiono, berpendapat, kota kedua diminati karena ceruk pasar kelas menengahnya lebih tebal ketimbang kota-kota besar. Untuk itulah, Lippo tak hanya membangun proyek untuk satu atau dua fungsi saja. Melainkan campuran yang mengintegrasikan beberapa fungsi properti.
"Kami fokus bermain di Kawasan Timur Indonesia. Beberapa properti yang sudah kami bangun, mendapat antusiasme positif dari masyarakat setempat. Sebut saja proyek kami di Tanjung Bunga, Ambon, dan lain-lain," ungkap Ivan.
Sementara Ciputra Group beralasan kebutuhan properti, terus menguat. Pertumbuhannya melebihi pasok yang ada. Rasio densitas populasi dan ketersediaan properti menjadi tidak seimbang.
"Apalagi Banjarmasin dan Samarinda. Kedua kota ini memiliki wilayah hinterland yang luas. Ini artinya pangsa pasarnya juga besar sekitar 1 hingga 2 juta orang. Dus, keduanya juga sudah dan akan memiliki bandar udara sendiri yang berarti kian meningkatkan mobilitas penduduk lintas wilayah," papar CEO Ciputra Group, Candra Ciputra kepada Kompas.com, di Jakarta, Rabu (26/6/2013).
Proyek-proyek Ciputra baik di Balikpapan, Banjarmasin maupun di Samarinda, lanjut Candra, selalu terserap maksimal. Citra Bukit Indah, dan Citra Garden itu habis terjual dengan kenaikan harga sekitar 30 sampai 40 persen per tahun.
Pertumbuhan harga yang fantastis ini masih akan berlanjut hingga beberapa tahun yang akan datang, mengingat kuatnya permintaan dan pasokan yang terbatas. Menurut Candra, persentase kenaikan harga akan lebih tinggi dua kali lipat dibanding pertumbuhan di kawasan timur Jakarta, dan beberapa wilayah Tangerang.