Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lima Cara China Kendalikan Laju Properti

Kompas.com - 04/06/2013, 14:06 WIB

KOMPAS.com - Belajarlah hingga ke Negeri China. Pepatah ini boleh jadi relevan diterapkan pada kondisi aktual. Mengingat sektor properti Indonesia tengah dalam laju pertumbuhan yang sangat pesat sehingga menimbulkan kekhawatiran "bubble".

China, terutama kota utamanya Beijing, memang sudah memberlakukan kebijakan pembatasan ketat atas kepemilikan real estat sejak Maret lalu. Namun, itu saja belum cukup. Mereka dipaksa mengambil langkah-langkah tambahan guna mempertahankan harga dan pertumbuhan properti pada batas kewajaran. Pembatasan tersebut dilakukan agar harga properti, khususnya perumahan, terjangkau oleh masyarakat. Sebagai informasi, harga rumah baru di Beijing pada April lalu naik 3,1 persen dari bulan sebelumnya.

"Sebagai ibukota Cina, dan kota yang telah memberlakukan pembatasan properti, Beijing berada di bawah banyak tekanan karena masih memimpin kenaikan harga. Sebaliknya, jika pengawasan terlalu ketat juga akan berdampak pada pertumbuhan," kata Luo Yu, analis Shanghai CEBM Group seperti dikutip dalam reportase Zang Dingmin.

Kenaikan harga rumah baru pada bulan April tersebut merupakan terbesar sejak penurunan pada bulan November 2012. Padahal, mereka sebelumnya telah meningkatkan uang muka KPR minimal untuk rumah kedua menjadi 70 persen dan melarang rumah tangga tunggal membeli lebih dari satu rumah tinggal, sebagai bentuk melawan dinamika harga.

Selain kebijakan pengetatan, Beijing juga melakukan langkah-langkah yang berdampak strategis berikut:

1. Menolak ijin pra penjualan proyek baru

Beijing yang merupakan kota ketiga paling padat penduduknya, 16,9 juta jiwa, adalah satu-satunya kota yang memaksa pembatasan harga dengan sungguh-sungguh. Mereka menolak izin pra penjualan untuk beberapa proyek yang dinilai terlalu mahal.

2. Mengekang praktik spekulasi

Setelah harga rumah melonjak tinggi dalam dua tahun terakhir, Beijing terstimulasi meredam lonjakan tersebut dengan mengekang praktik spekulasi. Caranya menaikkan uang muka rumah kedua dari 60 persen menjadi 70 persen dan mengenakan pajak sebesar 20 persen atas transaksi rumah kedua.

3. Menolak persetujuan kenaikan harga

Kebijakan ini dinilai "aneh" oleh para pengembang. Sehingga mereka menemukan kesulitan untuk mendapatkan persetujuan atas kenaikan harga 5 persen, dan hampir mustahil untuk kenaikan 10 persen.

4. Menyediakan perumahan yang layak dan terjangkau

Sebagai akibat derasnya migrasi urban sehingga meningkatkan populasi penduduk perdesaan di Beijing, pemerintah setempat berupaya keras menyediakan perumahan bagi mereka. bukan sembarang hunian, melainkan di pusat kota dengan kondisi layak dan harga terjangkau. Di tengah kelangkaan pasokan dan tingginya harga jual hunian,rata-rata naik 27.349 yuan per meter persegi (Rp 43,23 juta), Beijing mengambil alih lahan yang dikuasai swasta namun tidak dimanfaatkan.

5. Mendorong kembali pembangunan yang tertunda

Beijing membuka kembali pengembangan skala kota terintegrasi yang tertunda. Pengembangan di wilayah strategis Beijing yang dilakukan, salah satunya, oleh Sunac berisi hunian yang dibangun dalam beberapa tahap. Mereka juga meninjau kerjasama dengan beberapa pengembang besar lainnya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau