JAKARTA, KOMPAS.com — Kalangan urban metropolitan ternyata lebih suka menghabiskan waktu di pusat belanja. Fenomena ini sekaligus memperkuat anggapan bahwa pusat belanja bukan semata tempat menghabiskan uang untuk keperluan sehari-hari, melainkan juga tempat untuk mengaktualisasikan diri.
Pergeseran fungsi pusat belanja di kota-kota besar Indonesia, khususnya Jakarta, makin menguat sejak lima tahun silam. Tepat beroperasinya FX Plaza Sudirman yang kemudian diambil alih oleh Plaza Indonesia Realty. FX Plaza dianggap sebagai definisi baru ruang ritel komersial. Ia lebih dari sekadar mal. FX Plaza adalah pusat gaya hidup (lifestyle center), di mana di dalamnya terdapat kafe, restoran, sarana kebugaran, bioskop, hingga ruang pertemuan (meeting room). Semua yang dibutuhkan oleh kalangan yuppies (young urban professionals) ada di sini.
FX Plaza Sudirman bukanlah satu-satunya pusat gaya hidup. Pasca-Cilandak Town Square sebagai generasi pertama ruang ritel bergenre gaya hidup, mulai bermunculan properti serupa. Sebut saja Setiabudi One dan terbaru Epicentrum Walk. Konsep lifestyle center memang sangat "seksi" untuk digarap. Terbukti, meski usianya kurang dari lima tahun, Epicentrum Walk sudah dipadati 6.000 kendaraan saat hari kerja (weekdays) dan 8.000 kendaraan saat akhir pekan (weekend). Jika kita asumsikan dalam satu kendaraan terdapat empat orang, ada 24.000 orang yang datang berkunjung ke Epicentrum Walk hari Senin-Jumat dan 32.000 orang selama Sabtu-Minggu.
Menurut Operational Manager Epicentrum Walk, Ignatius Barus Kurniawan, pengunjung yang datang ke tempatnya sebagian besar kalangan yuppies. Separuhnya lagi adalah pasangan muda penghuni apartemen yang berada di dalam kawasan pengembangan Rasuna Epicentrum. Kafe, lounge, dan restoran adalah daya tarik yang dibutuhkan kelas masyarakat seperti mereka karena tempat-tempat seperti itu adalah sarana yang pas untuk menjadi to see and to be seen people.
"Profil pengunjung sebagian besar memang kalangan muda yang berkantor sekaligus bertempat tinggal di dalam kawasan Rasuna Epicentrum. Namun begitu, pengunjung dari luar kawasan, terutama wilayah Selatan dan Timur, juga tak kalah banyak karena catchment area-nya sangat luas," ungkap Barus kepada Kompas.com di Jakarta, Senin (27/5/2013).
Lama mereka berkunjung, lanjut Barus, lebih dari 3 jam dalam sehari. Kegiatan mereka tak sekadar makan, minum, atau bercengkerama. Bahkan, mereka kerap mengadakan meeting dan presentasi di dalam mal.
Sementara Central Park Mall yang dimiliki Agung Podomoro Group mendapat kunjungan sebanyak 100.000 hingga 110.000 orang setiap hari kerja dan 120.000 orang saat akhir pekan.
Menurut Marketing Communication Central Park, Anastasia Prima, Central Park memiliki magnitude tinggi untuk dikunjungi. Selain deretan kafe dan restoran popular, serta sinema, juga terdapat Taman Tribeca.
"Central Park merupakan satu-satunya pusat belanja di Jakarta yang memiliki taman representatif sebagai sarana yang dapat diakses publik. Taman Tribeca merupakan ikon Central Park yang tak pernah sepi pengunjung," klaim Anastasia.
Keberadaan Taman Tribeca ini, menurut Anastasia, juga dapat menahan jumlah jam kunjungan. Para pengunjung tak sekadar berbelanja baju atau kebutuhan pokok sehari-hari, juga menikmati hijau taman dan gemericik arus kolam.
"Jam kunjungan bisa lebih dari 3 jam, apalagi jika dibarengi dengan aktivitas menonton film terbaru atau foto-foto di dalam taman yang kerap dilakukan pengunjung. Sembari menunggu kemacetan lalu lintas terurai, mereka bersenang-senang di taman," imbuh Anastasia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.