JAKARTA, KOMPAS.com - Sengketa lahan dan properti merupakan kasus hukum yang sensitif. Tidak hanya berpotensi menimbulkan gejolak sosial, juga berdampak pada para pihak yang terlibat. Alih-alih mendapatkan untung, malah nama baik tercoreng kemudian.
Sengketa lahan dan properti, menurut data Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), selalu menempati peringkat kedua tertinggi dibanding kasus lainnya. meskipun kasus yang mengemuka mengalami pergeseran. Jika sebelumnya kasus yang mendominasi adalah wanprestasi pengembang karena tak mampu merealisasikan pembangunan properti yang dijanjikan, belakangan justru melibatkan penghuni dan pengelola properti (perhimpunan penghuni).
Lain lagi dengan kasus yang mencuat dua hari lalu. Dua pengembang ditengarai "terlibat" dalam pembatalan eksekusi lahan seluas 75 hektar di kawasan Gading Serpong, Kabupaten Tangerang yang sedianya dilakukan Kamis (16/5/2013). Lahan yang kini telah menjadi Gading Raya Padang Golf, klaster perumahan mewah dan properti komersial tersebut diklaim milik ahli waris Tan Hok Tjioe berdasarkan putusan PN Tangerang No: 07/DEL/PEN.EKS/1989/PN TNG Jo.No 165/1987 EKS yang dikuatkan putusan inkrah Mahkamang Agung 2006. Pembatalan eksekusi tersebut memicu kemarahan massa pendukung ahli waris yang kemudian mendatangi PN Tangerang.
Apa yang menarik dari kasus tersebut?
Pertama, jelas, obyek yang disengketakan adalah lahan. Dalam perspektif bisnis properti, nilai lahan akan terus mengalami kenaikan. Kedua, wilayah obyek sengketa ini berada di Serpong yang merupakan salah satu kawasan dengan volume nilai transaksi tertinggi di antara kawasan lainnya dan memiiliki potensi investasi yang tinggi pula. Setidaknya, berdasarkan riset Cushman and Wakefield, volume nilai transaksi yang mampu dicapai adalah Rp 75 miliar per bulan.
Lahan Gading Serpong sendiri diklaim sebagai milik PT Jakartabaru Cosmopolitan (JBC), yang merupakan kerjasama antara PT Summarecon Agung Tbk dan Paramount Serpong.
Menurut GM Corporate Communication Summarecon Agung, Cut Meutia, lahan yang disengketakan adalah milik JBC. Pihaknya tidak pernah menerima teguran untuk melaksanakan isi keputusan PN Tangerang.
"Penunjukan lahan yang akan dieksekusi berada di Gading Serpong yang saat ini dimiliki oleh JBC, kami anggap tanpa dasar, karena dalam pembagian harta warisan, tidak menunjukan lahan tersebut termasuk bagian dari harta warisan. Oleh sebab itu kami menganggap tidak ada kewenangan pengadilan untuk melakukan eksekusi apalagi melakukan pengosongan dan penyerahan kepada ahli waris atas lahan milik JBC," papar Meutia kepada KOMPAS.com di Jakarta, Jumat malam (17/5/2013).
Kendati tengah ramai diperbincangkan terkait kasus sengketa tersebut, aku Meutia, Summarecon Agung tetap melakukan aktifitas pengembangan dan penjualan properti Summarecon Serpong melalui anak usaha PT Serpong Cipta Kreasi. Saat ini mereka tengah memasarkan ruko Darwin dan New Jasmine Extension di Plaza Summarecon Serpong.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.