JAKARTA, KOMPAS - Nilai tunggakan sewa Rumah Susun Sederhana Sewa (rusunawa) Marunda, Sukapura, Penjaringan, dan Kapuk Muara di Jakarta Utara mencapai lebih dari Rp 7 miliar. Ketidakpatuhan penyewa dan ketidaktegasan pengelola membuat tunggakan kian menumpuk. Akibatnya, penerimaan daerah tidak optimal.
Hendriansyah dari Dinas Perumahan DKI Jakarta, saat berkunjung ke Rumah Susun (Rusun) Waduk Pluit di Penjaringan, Jakarta Utara, Selasa (23/4/2013) kemarin, menyebutkan, nilai tunggakan tersebut merupakan akumulasi dari keempat rusun, beberapa tahun terakhir.
Ia menambahkan, sebagian tunggakan telah diselesaikan penghuni rusun. Namun, sebagian besar masih dalam proses penagihan dan penertiban. Pengelola beberapa kali melayangkan surat teguran kepada penghuni rumah. Dalam banyak kasus, penghuni rumah merasa rutin membayar setiap bulan, tetapi hasil pembayarannya tidak disetorkan ke kas pemerintah daerah.
Maraknya praktik alih sewa dan jual-beli rumah juga menjadi kendala. Di Rusun Marunda, misalnya, sekitar 40 persen dari 500 unit yang dihuni sejak 2007 diperkirakan disewakan pemegang hak kepada orang lain. Nilai tunggakan sewa dari 410 penghuni Rusun Marunda pada Oktober 2012 mencapai Rp 2,3 miliar. Sejak itu, pengelola beberapa kali melayangkan surat peringatan. Nilainya kini diperkirakan masih Rp 1,7 miliar.
"Sampai sekarang masih dalam proses penertiban. Siapa sebenarnya pemegang surat perjanjian (SP) sewa. Dalam rapat bersama Wakil Gubernur DKI Jakarta (Basuki Tjahaja Purnama), pekan lalu, diputuskan bahwa pemegang SP sewa harus bertanggung jawab selesaikan tunggakan," ucap Hendriansyah.
Kepala Unit Pengelola Rusun Wilayah I Jakarta Utara Jati Waluyo menambahkan, pihaknya akan mencari para pemegang SP sewa untuk menyelesaikan tunggakan. Mereka dianggap bertanggung jawab meski penyewa juga menyalahi aturan tata tertib penghunian rusun.
Selain mengurangi pemasukan kas daerah, pemegang SP sewa yang menyewakan lagi rumahnya atau menjual kepada orang lain juga dianggap melanggar ketentuan pidana. Mereka menyewakan atau menjual aset negara demi keuntungan pribadi.
Namun, sebagian pemegang SP sewa tak diketahui keberadaannya. Mereka diduga ”kabur” sejak pemerintah berencana menertibkan penghuni dan mengancam melaporkan pelanggar ke kepolisian.
"Kami kerja sama dengan kepolisian untuk mencari keberadaan mereka. Ada yang berupaya merebut kembali huniannya dari tangan penyewa," tutur Jati. (MKN)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.