Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UU Rusun Masih "Memble"....

Kompas.com - 31/03/2013, 19:20 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Penyediaan rumah susun (rusun) dapat menjadi jawaban bagi usaha mengatasi backlog (angka kekurangan) perumahan dan memberikan hunian layak bagi masyarakat Indonesia. Namun, hukum yang mendasari segala sesuatu mengenai rusun tampaknya masih layak dikaji kembali.

Berbagai dialog terbuka menemukan, Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang rusun masih memiliki berbagai kekurangan. Sebelumnya, Focus Group Discussion pernah digelar oleh Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia (P3RSI) pada Februari 2013 lalu. Diskusi tersebut menemukan adanya masalah dalam pengaturan Nilai Perbandingan Proporsional (NPP).

Ketua Umum Asosiasi Penghuni Rumah Susun Seluruh Indonesia (APERSSI) Ibnu Tadji, Sabtu (30/3/2013), kembali mengungkapkan soal mendesaknya kebutuhan perlindungan konsumen rusun yang belum sempurna. Menurut Ibnu, UU No. 20 Tahun 2011 tentang rusun masih banyak mengandung kekurangan substansial.

Ibnu mengatakan, UU baru tersebut seharusnya dapat lebih baik dari UU No 16 Tahun 1985 tentang rusun. Ada tujuh poin yang harus diperhatikan, yaitu PPJB, tanda jadi dan pembayaran, badan penjamin pesanan properti, keberadaan RT/RW, hak suara, aset tanah dan benda bersama, serta masalah pengelolaan.

"Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) isinya harus diawasi oleh pemerintah agar ada keseimbangan antara hak dan kewajiban konsumen dan developer. Artinya, PPJB yang diduga melanggar UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM harus dibatalkan. Tentu saja, pemerintah perlu menetapkan sanksi yang memadai atas setiap pelanggaran yang nyata ini," ujar Ibnu.

Poin kedua, lanjut Ibnu, mengenai tanda jadi dan pembayaran. Kedua hal ini perlu diatur agar developer memiliki acuan dalam menetapkan cara pembayaran. Tujuannya, agar calon konsumen tidak akan dirugikan.

"Sebagai konsekuensi pemerintah memperbolehkan developer menjual propertinya yang baru 20 persen dibangun, maka pemerintah harus bertanggung jawab atas kebijakan ini. Artinya, pemerintah perlu memikirkan terbentuknya sebuah Lembaga penjamin pesanan properti. Agar kelak, bila ternyata pembangunan yang dijanjikan developer tidak jadi terwujud, maka konsumen bisa minta kembali dananya melalui Lembaga Penjamin tersebut," paparnya.

Selanjutnya, Ibnu mengungkapkan, pentingnya keberadaan dua lembaga dalam rusun, yaitu P3SRS dan RT/RW. P3SRS sebagai badan pengganti PPRS, karena sebenarnya yang diperlukan adalah dua lembaga, dan bukan hanya PPRS saja. 

PPRS atau Perhimpunan Pemilik Satuan Rumah Susun dan RT/RW (Rukun Tetangga dan Rukun Warga) sebagai organisasi para penghuni yang bergerak dalam bidang Sosial Kemasyarakatan meliputi keagamaan, PKK, koperasi, posyandu, Karang taruna, dan lainnya. PPRS harus dijalankan oleh pengurus yang berasal dari para pemilik dari berbagai kelompok.

"Artinya, tidak boleh dimonopoli oleh hanya satu kelompok tertentu saja. Sementara, hal yang sama juga untuk pengurus RT dan RW. Kegiatan PPRS dan RT/RW perlu diawasi oleh Pemda setempat. Bila ditemukan pelanggaran, Pemda perlu melakukan tindakan Indisipliner dan sanksi," tegas Ibnu.

"Hak suara perlu mengacu pada ketentuan yang biasa berlaku dalam setiap pemilihan kepala daerah. Meskipun seseorang memiliki lebih dari satu unit , hak suara tetap hanya dihitung satu suara, dan surat kuasa tidak dapat diberlakukan. untuk kepemilikan oleh badan usaha, diwakilkan oleh nama pemegang saham terbesar," tambahnya.

Mengenai aset tanah, bagian, dan benda-benda bersama, kata Ibnu, sebaiknya Pemda turut mengawasi dan mengumumkan secara terbuka mengenai aset bersama ini. Selain itu, developer tidak boleh mengubah atau mengalihfungsikan atau memperjualbelikan tanpa persetujuan para pemilik dengan pengawasan Pemda.

"Artinya, perlindungan terhadap aset bersama ini harus transparan dan akuntabel," kata Ibnu.

Terakhir, mengenai pengelolaan, Ibnu merasa perlunya dilakukan penunjukan atau pembentukan secara transparan melalui sistem tender, bukan penunjukan.

"Ini untuk menghindari korupsi dan kolusi oleh para pihak di rumah susun," tegasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com