Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selamatkan Bumi, Gagasan Lama yang Selalu Dibarukan

Kompas.com - 26/05/2010, 22:03 WIB

oleh Abun Sanda

Dalam kongres FIABCI tahun 1991 di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat, isyu tentang mendesaknya perlindungan bumi, perlunya pengembang berpaling dari aspek untung semata ke keberpihakan pada lingkungan hidup sudah didengungkan. Ketika itu para pngembang bersuara keras untuk membela kelestarian bumi, dan oleh karena itu akan mengembangkan perumahan dan apartemen yang ramah lingkungan.

Wujud dari konsep ramah lingkungan itu adalah mengerjakan proyek properti yang benar-benar hijau. Artinya, perumahan yang dibangun benar-benar didukung oleh hutan kota, kebun mungil, drainase yang bagus, pengolahan air limbah menjadi air bersih dan pengolahan sampah menjadi sesuatu yang berguna. Dengan cepat isyu ini berhembus ke seantero dunia. Para pengembang sejagat langsung mengaplikasikan gagasan besar ini di lapangan.

Sejumlah pengembang negara maju bahkan mempraktikkan keberpihakan kepada lingkungan itu dengan cara yang angat radikal. Mereka tidak saja menanam banyak pohon, menampung limbah padat dan cair lalu mengolahnya menjadi zat yang berguna, bukan hanya membuat danau untuk reservasi air, bukan sekadar menyediakan 35 persen areal properti untuk ruang terbuka hijau, tetapi sudah melangkah jauh dari itu. Para pengembang sudah berkreasi dan berinovasi amat jauh untuk menghasilkan produk properti yang benar-benar ramah lingkungan.

Wujud riil dari “kreasi dan inovasi” tersebut adalah membangun dari materi yang diproses sangat ramah lingkungan. Batu bata, seng, kayu, papan, genteng, kaca, ubin, kusen, batu alam dan sebagainya diproses sedemikian rupa dari jalan-jalan yang dilegalkan oleh “rule” lingkungan. Rumah itu, misalnya diterangi oleh listrik yang berasal dari energi matahari. Bohlam yng digunakan adalah bohlam yang sangat hemat energi. Satu bohlam dengan kekuatan 70 watt, hanya menggunakan 2 watt energi listrik. Mengapa? Oleh karena bohlam yang terdiri atas sekitar puluhan butir bahan penerangan itu, hanya terdiri atas 0,01 watt per butir

Atau bahan untuk pancuran air (mandi) menggunakan bahan yang hemat energi. Air yang muncrat seolah banyak tetapi sebetulnya tidak, sebab air yang dikucurkan diukur sedemikian rupa, intinya jangan buang percuma air bersih. Atau, kayu misalnya, diperoleh dari limbah kayu yang diolah dengan teknologi tinggi sehingga menjadi kayu yang kokoh, tahan rayap dan anehnya tetap elok dipandang. Meja dan ranjang dibuat dari serpihan kayu yang diolah melalui proses ramah lingkungan, hemat energi. Lalu kertas dinding, diambil dari kertas hasil olahan.

Di sejumlah negara mau, sebutlah misalnya Amerika Serikat, Jepang, Australia, Selandia Baru, dan negara-negara Skandinavia sudah tiba pada tahap menanam pohon di atas gedung dan atap rumah. Di seumlah kota,jalan tol yang ada dijadikan hutan kota. Lalu jalan tolnya dipindahkan ke bawah tanah. Ini kemajuan yang sangat berarti.

Di RR China,komitmen kepada lingkungan ditunjukkan dengan menggunakan air bekas limbah. Misalnya air bekas mandi, cuci pakaian atau bahkan air yang sudah digunakan untuk (maaf) cebok, bisa diolah sedemikian rupa,melalui banyak saringan, sehingga muncul air yang layak digunakan untuk “nyentor” toilet, menyiram tanaman, mencuci mobil, dan bahkan untuk mencuci pakaian. Air seperti ini belum dibolehkan untuk minuman manusia.

Atas hal tersebut masih muncul pertanyaan kritis atasnya, yakni apa arti hemat energi tersebut, apa makna hemat air ini kalau ternyata pengolahan itu menggunakan bensin atau solar? Para penganjur ramah lingkungan ini tertawa lebar dan menjawab bahwa untuk mengolah air ini mereka menggunakan listrik yang diperoleh dari energi matahari. Mereka menegaskan tidak menggunakan bensin atau solar sama sekali.

Semua bahan atau upaya hemat energi tersebut memang membuat bahan yang digunakan menjadi sedikit lebih mahal, lebih kurang 10 persen dari total anggaran yang biasa digunakan kalau tidak ramah lingkungan. Akan tetapi kemahalan bahan itu, dan lebih banyaknya upaya yang diluncurkan, mestinya sirna karena ditutup oleh makna penyelamatan lingkungan yang bermakna agung. Inilah salah satu makna besar mengapa ramah lingkungan itu perlu komitmen kuat, tidak sekadar jargon-jargon. Tidak bisa diselesaikan hanya melalui kongres, seminar, lokakarya, komite-komitean dan semacamnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com