Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Proyek Yap Square di Kompleks Bersejarah Dilanjutkan

Kompas.com - 10/05/2010, 22:48 WIB

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Pembangunan pusat pertokoan Yap Square di kompleks bersejarah Balai Mardi Wuto Yogyakarta, yang sempat menimbulkan polemik beberapa waktu lalu, kini dilanjutkan. Pemilik Mardi Wuto telah mengantongi perizinan dan rekomendasi dari Direktorat Peninggalan Purbakala untuk meneruskan pembangunan.

"Memang sudah dimulai pengerjaannya. Tapi, semua perizinan telah ada," kata Ketua Badan Sosial Mardi Wuto Sri Budiastuti, Minggu (9/5), ketika dikonfirmasi via telepon genggamnya.

Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Yogyakarta ditunjuk sebagai institusi yang mendampingi Yayasan Dr Yap Prawirohusodo sebagai pemilik bangunan dalam pengerjaan proyek tersebut. Ketua Kelompok Kerja Perlindungan BP3 Yogyakarta Indung Panca Putra membenarkan hal itu.

"Yayasan telah mengantongi surat revisi penetapan luas benda cagar budaya RS Dr Yap dan memperoleh rekomendasi pembangunan dari Direktorat Peninggalan Purbakala. Pembongkaran beberapa bangunan telah dilakukan pada 4 Mei," kata Indung.

Sebelumnya, rencana pembongkaran Mardi Wuto menjadi pertokoan dirundung polemik karena Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor 25 Tahun 2007 menetapkan kompleks RS Mata Dr Yap, termasuk Balai Mardi Wuto yang terletak di sisi barat rumah sakit, sebagai benda cagar budaya (BCB).

Namun, yayasan menolak hal itu, karena pada saat diajukan pada tahun 1996, status BCB hanya dimaksudkan untuk bangunan rumah sakit seluas 22.690 meter persegi. Adapun kompleks Mardi Wuto tidak termasuk.

Meskipun demikian, Indung mengatakan, rekomendasi itu mengharuskan yayasan menyisakan salah satu bangunan sebagai sampel. "Yang dipilih adalah rumah dinas Mardi Wuto yang terletak di sisi utara," ujarnya.

Secara terpisah, Koordinator Masyarakat Advokasi Warisan Budaya (Madya) Jhohannes Marbun menyayangkan hal tersebut. Menurutnya, ada alternatif lain untuk membangun pertokoan tanpa menghancurkan benda warisan budaya itu. "Misalnya, dengan mengubah desain sedemikian rupa. Kalau seperti ini, kan, menjadi pembelajaran yang salah kepada masyarakat," ujarnya. (Mohamad Final Daeng/KOMPAS Cetak Lembar  Yogyakarta)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com