Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

James Riady: Saya Tidak Paksa Anak-anak Terjun dalam Bisnis

Kompas.com - 15/02/2010, 20:52 WIB

KOMPAS.com — JAMES Riady (53), CEO Lippo Group, bicara tentang alih generasi di Grup Lippo, tentang pendanaan proyek-proyek properti, dan tentang kegiatannya saat ini. James adalah putra taipan Mochtar Riady, yang mendirikan usaha bisnis Lippo. Setelah krisis ekonomi 1997, Lippo memfokuskan pada usaha jasa, mulai dari hotel, mal, ritel, rumah sakit, sekolah-universitas, sampai megaproyek superblok di Kemang Village, Jakarta Selatan, dan St Moritz-Puri, Jakarta Barat. Sedangkan Lippobank sudah berpindah tangan ke grup Khazanah Malaysia dan berganti nama menjadi CIMB Niaga.

Berikut ini petikan wawancara eksklusif Robert Adhi Ksp dari Kompas.com dengan James Riady, CEO Lippo Group, di kantornya di SPH Lippo Village, Tangerang, Banten, Februari 2010.

Grup Lippo mulai dipegang oleh generasi ketiga keluarga Riady. Michael Riady, misalnya, memegang megaproyek superblok St Moritz di Puri. Bagaimana kebijakan Lippo saat ini dalam kepemimpinan dalam perusahaan ini?
Kami sebetulnya menggunakan sistem bahwa setiap perusahaan sebaiknya dijalankan oleh CEO yang sangat profesional. Di atasnya ada Board of Commissioner. Tugas saya, satu tahun sekali menerima laporan apa yang dikerjakan para profesional itu. Kalau di luar negeri ada tren-tren khusus yang perlu diikuti grup Lippo, saya sampaikan kepada mereka.

Prinsip saya, perusahaan harus dilembagakan oleh manajer-manajer profesional baik dari keluarga Riady maupun bukan keluarga. Namun, yang terbaik adalah bukan dari keluarga. Kalaupun ada dari keluarga, itu sangat terbatas. Dalam hal ini, saya tidak pernah memaksa anak-anak saya harus masuk bisnis. Setiap orang diberi 200-300 talenta, namun setiap manusia hanya punya dua sampai tiga talenta yang unik. Setiap manusia harus mengembangkan talenta terbesar yang dimilikinya. Jika anak-anak dari keluarga Riady tidak punya talenta dalam bidang bisnis, jangan masuk bisnis.

Kalau mereka punya talenta sebagai guru, silakan menjadi guru. Kalau cocok di bidang kesehatan, masuklah di bidang kesehatan. Nah, kebetulan keponakan saya, Saudara Michael (Riady), punya talenta di bidang properti. Saya mendorong Michael ke arah sana. Silakan. Tapi keponakan-keponakan saya lainnya banyak terjun di bidang pendidikan, mengajar di sekolah dan universitas.

Harus diingat bahwa pendidikan bagi kami bukan merupakan jenis usaha. Bidang pendidikan adalah bentuk pelayanan masyarakat dan non-profit. Ini merupakan kegiatan sosial, yang merupakan bagian dari cita-cita dan visi grup Lippo. Saya ingin Sekolah Pelita Harapan dan Universitas Pelita Harapan menjadi berkat bagi bangsa Indonesia.

Grup Lippo saat ini memfokuskan diri pada bidang jasa, bukan manufaktur. Semua komoditas adalah jasa, apakah itu lembaga keuangan, properti, rumah sakit, hotel, mal, ritel, media, semua di bidang jasa. Terutama bidang ritel merupakan salah satu yang terbesar dan terpenting untuk kelompok Lippo. Namun, ritel dan mal juga penting. Health care, multimedia, hotel juga penting. Financial service sekarang tidak terlalu signifikan lagi. Setelah krisis ekonomi 1997, kami mengambil sikap dan langkah terbaik, yaitu Lippo Bank diserahkan kepada pihak asing supaya kami dapat berkonsentrasi di bidang lain.

Saat ini Lippo membangun sejumlah megaproyek yang membutuhkan dana yang tidak sedikit, seperti superblok Kemang Village dan St Moritz di Jakarta. Bagaimana strategi pendanaan untuk megaproyek ini?
Bagaimana makan satu gajah yang besar? Apakah manusia bisa memakan satu gajah besar sekaligus? Sesungguhnya kita bisa makan gajah besar itu, tapi satu per satu. Megaproyek Kemang Village yang besar harus dibagi satu per satu. Proyek mal di sana memiliki nilai tambah, dan dicarikan pendanaan yang terpisah. Banyak bank yang bersedia mendanai proyek tersebut.

Lalu ada apartemen. Pendanaannya sebagian besar diperoleh dari pre-selling. Ini cara pendanaan yang berbeda dengan hotel, misalnya, yang harus dilakukan dengan pendanaan dari bank dengan finansial sendiri. Sementara sekolah diserahkan saja ke yayasan, dan mereka mencari pendanaan sendiri.

Jadi dalam megaproyek seperti Kemang Village dan St Moritz, kita harus beranggapan bahwa itu adalah gajah yang besar. Satu per satu bagian dicarikan pendanaan tersendiri berdasarkan kelayakan proyek. Dengan cara seperti ini, megaproyek dapat dikerjakan.

Tahun depan, Lippo butuh 2 miliar dollar AS. Kalau kita berpikir jumlah 2 miliar dollar AS, mungkin berhadapan dengan jalan buntu. Tapi kalau kita berpikir bahwa 2 milliar dollar AS itu dibagi lagi, masing-masing bagian. Jadi kita berpikir how to eat elephant. Dimakan secara bertahap, gigitan per gigitan, sampai gajahnya habis.

Apa kegiatan Pak James Riady saat ini?
Yang pasti, saya ingin mengatur hidup saya untuk memberkati banyak orang. Saya sekarang lebih banyak terjun ke bidang pendidikan. Lima puluh persen waktu saya untuk pendidikan (Yayasan Pelita Harapan). Kantor saya satu-satunya di Indonesia dan luar negeri adalah di sini (Sekolah Pelita Harapan, Lippo Village, Tangerang). Ini kantor yayasan yang menaungi Sekolah Pelita Harapan dan Universitas Pelita Harapan. Saya ingin sisa hidup saya dapat menjadi berkat bagi bangsa ini melalui pendidikan. Selebihnya, saya gunakan waktu di Kadin dan yayasan lainnya di gereja. Waktu untuk bergerak dalam bisnis hanya 20 persen. (Robert Adhi Ksp)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com