Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Awas Bahan Kimia Mengancam di Rumah

Kompas.com - 12/10/2009, 10:46 WIB

KOMPAS.com - Musim pancaroba dan kemarau panjang adalah musim datangnya penyakit. Namun penyakit juga bisa datang akibat penggunaan bahan-bahan kimia di dalam rumah. Apa sajakah?

Kebanyakan dari kita umumnya menjadikan "pihak luar" sebagai tersangka penyebab manakala salah satu anggota keluarga kita sakit. Cuaca yang berganti-ganti dari panas ke hujan, kualitas udara yang buruk, polusi yang diakibatkan oleh asap kendaraan dan pabrik, atau suhu lingkungan yang makin panas, adalah hal-hal yang lazim menjadi materi dakwaan.

Secara tidak sadar, selama ini kita menggugat bahwa pokok masalahnya ada di pihak-pihak luar. Padahal, bila dihitung-hitung, 60-90% dari waktu kita selama 24 jam justru dihabiskan di dalam ruangan, baik di dalam rumah, sekolah, maupun di tempat bekerja. Anak-anak juga demikian. Bila jam belajar mereka di sekolah adalah 3-8 jam sehari, maka sekurang kurangnya 16 jam waktu mereka berada di dalam rumah.

Akibat informasi yang masif, mulai dari buruknya kualitas udara, pemanasan global, menurunnya kualitas air tanah dan air minum, sampai dengan serangan virus baru yang mengglobal, orang makin yakin bahwa masalah kesehatan manusia terletak "di luar", bukan "di dalam". Lalu, pemecahannya pun selalu memandang ke arah luar, mengabaikan bahwa kemungkinan sang terdakwa bisa saja justru berada di dalam rumah.

Rumah, baik yang baru (kurang dari 5 tahun dibangun) maupun yang telah berumur puluhan tahun, sesungguhnya adalah sumber terbesar gangguan kesehatan. Ibarat kulit, rumah adalah kulit ketiga bagi tubuh kita setelah kulit tubuh kita sendiri dan pakaian yang kita kenakan. Bila rumah tak sehat, secara otomatis hidup kita pun ikut-ikutan menjadi tidak sehat.

Bahan Kimia
Sejak dalam proses pembangunannya, rumah sudah berpotensi menjadi penyimpan racun berbahaya bagi tubuh manusia dan menjadi lahan subur berbiaknya penyakit bagi calon penghuninya. Proses pengerjaan yang menghasilkan debu-debu berukuran mikron dan material material bangunan yang sebagian besar mengandung bahan kimia hanyalah dua penyebab yang paling gampang dideteksi. Sebab lainnya adalah sirkulasi udara yang buruk dan pencahayaan yang tidak memadai.

Material bangunan yang bersifat kimiawi sendiri adalah sesuatu yang tak terelakkan. Dirunut dari sejarahnya, mula-mula pembangunan rumah umumnya memang menggunakan bahan-bahan dan material alami yang mudah ditemukan dan dekat dengan lokasi calon hunian. Begitu tuntutan kebutuhan material melesat cepat mengikuti ledakan penduduk, bahan-bahan pengganti material alam  yang artinya adalah berbahan kimia-adalah sesuatu yang tak terhindarkan.

Sejak selesainya Perang Dunia II tahun 1945, produksi bahan bahan kimia untuk aneka keperluan rumah tangga meningkat pesat, sebagai akibat dari keperluan restorasi pemukiman dan perkotaan di sebagian besar wilayah dunia yang rusak sehabis perang. Dengan tuntutan yang sedemikian besar dan dalam waktu singkat, tidak mungkin lagi alam mampu memenuhinya.

Menurut buku Prescriptions for a Healthy House karya Paula Baker-Laporte, Erica Elliot, dan John Banta, produksi bahan kimia pada tahun 1945 yang baru berkisar 10 juta ton meningkat menjadi lebih dari 110 juta ton pada tahun 2005. Saat ini, sekarang-kurangnya ada lebih dari 4 juta barang kimiawi yang dibuat oleh manusia. Sebanyak 70-80 ribu di antaranya sangat familiar digunakan oleh manusia sehari-hari, yang tanpa disadari kemungkinan besar mengganggu kesehatan tubuh, terutama gangguan saluran pernafasan, pencernaan, dan alergi.

Sumber Masalah Di Rumah

Bila salah satu dari anggota keluarga Anda mengalami masalah serius dengan pernafasan, pencernaan, atau alergi, dan telah berlangsung dalam kurun waktu lama namun Anda tak kunjung menemukan jawaban pastinya, cobalah sekarang mendeteksi masalahnya "ke dalam", alih-alih melirik "ke luar" sana.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com