Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menara Lebih Rendah, Harga pun Lebih Murah

Kompas.com - 08/08/2009, 14:13 WIB

KOMPAS.com - TINGGAL di apartemen memang asyik. Sudah praktis, banyak pengembang cenderung membangun apartemen di pusat-pusat kota dengan akses jalan yang mudah. Mau kemana-mana gampang. Mungkin itu sebabnya, kendati ekonomi belum pulih dari krisis, penawaran hunian vertikal tetap marak.

Itu terutama terjadi pada apartemen kelas menengah yang mengandalkan penjualan secara kredit. Apalagi, kini bank-bank mulai mengerdilkan suku bunga kredit seiring tren peluruhan bunga.

Biasanya, pembeli apartemen kelas menengah adalah para eksekutif muda, pengusaha, serta pegawai kantoran. “Jumlahnya sangat banyak. Mereka mencari tempat tinggal yang dekat dengan tempat kerja, tapi juga tidak mau keluar banyak biaya,” kata Direktur Strategic Consulting Jones Lang Lasalle Indonesia Bayu Utomo.

Melihat kesempatan itu, kini para pengembang berlomba menggarap apartemen kelas menengah yang biasanya dibanderol antara Rp 300 juta hingga Rp 800 juta per unit. Pengembang yang memanfaatkan kesempatan ini termasuk pengembang kelas menengah atau kelas gurem yang jarang terdengar namanya.

Sebut saja pengembang Graha Permata Properindo yang kini menggarap proyek apartemen Carbella Imperial Residences dan Hayam Wuruk Residences. Kemudian ada juga Bendi Oetama Raya Delapan yang membangun dua apartemen sekaligus di Jakarta Selatan, yaitu Setiabudi Royal Residence dan Intan Apartment. Ada pula Internusa Jaya Semesta yang sedang membangun apartemen Grand Kartini di kawasan Gunung Sahari.

Menurut Bayu, penambahan pemain baru pengembang apartemen kelas tanggung ini didorong anggapan mereka mengenai prospek positif pasar ini. “Harga apartemen kelas ini relatif lebih terjangkau ketimbang apartemen kelas atas. Bahkan konsumen kelas atas juga meliriknya,” kata Bayu.

Jones Lang LaSalle mencatat, hingga akhir semester pertama 2009, total pasokan apartemen di Jakarta mencapai 67.860 unit. Separo di antaranya adalah apartemen kelas menengah.

Sementara sisanya, sebesar 42% dan 8%, masing-masing adalah apartemen menengah bawah dan menengah atas. “Makin tinggi kelas apartemen, biasanya untuk disewakan. Kalau kelas rendah, dipakai sendiri,” imbuh Bayu.

Kedatangan pemain kelas menengah itu seharusnya bisa mengungkit jumlah pasokan baru hunian vertikal yang cenderung menurun setiap tahun. Menurut data Jones Lang, pasokan hunian vertikal pada 2007 sebesar 11.000 unit. Jumlah itu turun jadi 8.200 unit pada 2008.

Bayu memperkirakan jumlahnya akan turun lagi menjadi 7.500 unit sampai akhir tahun nanti. “Sepanjang semester pertama 2009 hanya ada 1.600 unit pasokan hunian vertikal baru. Jumlah itu turun dari periode sebelumnya yang mencapai 2.000 unit,” papar Bayu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com