JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat Properti Panangian Simanungkalit mendesak pemerintahan SBY-Boediono memprioritaskan revisi UU Perumahan sebagai bentuk keberpihakan kepada rakyat. Menurut Direktur Eksekutif Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI), sektor perumahan merupakan hal yang sangat penting, mengingat ini salah satu hak warga negara yang dijamin konstitusi.
"Saya berharap dibuatkan kebijakan yang berupa UU tentang perumahan, pemukiman dan perkotaan. hingga saat ini kurang diperhatikan. Karena belum adanya kebijakan yang komprehensif. Jadi ini sejalan dengan pidato SBY tentang 13 prioritas program pembangunan yang salah satunya adalah mengenai perumahan rakyat," tambahnya.
Diakuinya, memang sudah ada UU no 4/1992 tentang perumahan dan pemukiman. Namun UU itu masih jauh dari sempurna, karena hanya memuat kebijakan normatif, tidak mendorong rakyat untuk memiliki rumah, yang artinya hanya mengatur mengenai produksi perumahan saja.
"Saya optimis revisi UU ini bisa terwujud, apalagi SBY sudah berkomitmen. Maka saya yakin dengan dukungan parlemen yang kuat, tidak sulit untuk menggolkan UU ini," ungkapnya.
Lebih jauh, katanya, UU ini bisa memunculkan UU yang saling mendukung dan menguatkan, misalnya UU Pembebasan Tanah, UU Pembatasan Kepemilikan Tanah, aturan mengenai KPR 30 tahun bagi rakyat tidak mampu, dan Bank Tanah.
"Saat ini kan banyak kasus, lahan tak produktif hanya karena ulah pemilik uang. Ini harus dibatasi dengan UU Pembatasan Kepemilikan Tanah, sehingga pemanfaatan lahan untuk tujuan kesejahteraan rakyat bisa terlihat dengan jelas," ujarnya.
Selain itu untuk lebih memeratakan kepemilikan rumah, Panangian meminta pemerintah daerah menerbitkan peraturan-peraturan daerah (perda) agar rakyat dapat memiliki rumah.
"Mengingat selama ini sektor perumahan dipukul rata, padahal kebutuhan setiap daerah mengenai perumahan mulai dari bentuk perumahan sampai dengan pembiayaan berbeda-beda kebutuhannya," imbuhnya.
Dia menyayangkan belum ada pembedaan semen untuk apartemen dan perumahan RSS. Sekarang ini semen diproduksi hanya satu jenis, baik yang digunakan baik membangun rumah satu lantai maupun gedung bertingkat.
"Ini merugikan konsumen, karena masyarakat tak diberi pilihan. Padahal semen untuk rumah satu lantai beda dengan gedung bertingkat. Jadi masyarakat dipaksa membeli semen itu," tandasnya.
Padahal, lanjut Wakil Ketua Dewan Pakar Partai Demokrat ini, dengan adanya semen pembedaan kualitas semen, pasti akan mendorong rakyat membangun rumah karena harganya lebih terjangkau dan juga aman.
"Dengan adanya komitmen pemerintah maka saya harapkan ini akan mendorong industri semen untuk membangun pabrik semen murah ini," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.