Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kombinasi dari Respons yang Lemah

Kompas.com - 28/03/2009, 05:15 WIB
 

JAKARTA, KOMPAS.com - Jebolnya tanggul Situ Gintung yang menelan puluhan korban jiwa dan ratusan rumah merupakan akibat dari berbagai faktor dari dalam dan dari luar yang ditandai oleh respons yang lemah. Beberapa narasumber yang dihubungi Kompas, Jumat (27/3), menyebutkan, beberapa waktu sebelumnya warga sudah meminta perbaikan.

”Dua tahun lalu sudah dilaporkan oleh warga yang menilai tanggul tidak dirawat,” ungkap peneliti Pusat Bencana ITS Surabaya, Amien Widodo, mengutip temannya yang tinggal di dekat situ tersebut.

Hal senada diungkapkan Direktur Bidang Sumber Daya Lahan Kawasan dan Mitigasi Bencana Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Sutopo Purwo Nugroho. Saat ia melakukan survei di Situ Gintung sebagai anggota tim peneliti untuk pembangunan waduk resapan di wilayah Jabodetabek pada Desember 2008, sudah ada banyak longsoran kecil dan rembesan di sepanjang tanggul.

”Ketika itu ada warga yang meminta dilakukan perbaikan dan penguatan tanggul,” ujarnya.

Namun, Departemen Pekerjaan Umum menilai kondisi pada bagian hilir—bagian tanggul situ yang jebol tersebut—masih bagus. Oleh karena itu, revitalisasi diarahkan ke bagian hulu lebih dulu, yaitu tempat masuknya air dari sejumlah anak sungai Kali Pesanggrahan ke Situ Gintung.

Menurut Direktur Sungai, Danau, dan Waduk Direktorat Jenderal Sumber Daya Alam Departemen PU Widagdo, semua program perbaikan Situ Gintung tersebut dilakukan bersama jajaran Departemen PU, Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane (BBWSCC), dan semua konsultan teknis dari Jepang dan Belanda.

Bagian hulu rusak

Menurut Direktur Jenderal SDA Departemen Pekerjaan Umum Iwan Nursyirwan, rencananya perbaikan infrastruktur air di Situ Gintung diselesaikan paling lambat akhir tahun ini.

”Hutan di hulu sungai sudah rusak, kemudian air dari lingkungan sekitar masuk ke sungai langsung. Situ Gintung jelas kewalahan menampung air ketika hujan sangat lebat, seperti tempo hari (Kamis, 26/3) dari pukul 16.00 hingga sekitar pukul 01.00,” kata Iwan. Berdasarkan data Stasiun Pengamatan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Ciledug, intensitas curah hujan saat itu 29 mm per hari, masuk kategori sedang.

Kepala BBWSCC Pitoyo Subandrio menjelaskan, jebolnya tanggul Situ Gintung terjadi karena hujan deras yang turun selama lima jam tanpa henti. Hujan ini membuat debit air bertambah sehingga terjadi limpasan ke luar. Limpasan air ini yang menggerus kaki-kaki tanggul yang terbuat dari tanah sehingga tanggul tidak kuat lagi menahan debit air.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com