Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tantangan Makin Berat, Pemerintah Digitalisasi Data Infrastruktur

Kompas.com - 10/09/2019, 18:13 WIB
Dani Prabowo,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kesiapan rantai pasok mulai dari tenaga kerja, material, hingga peralatan produksi, menjadi tantangan yang akan dihadapi pemerintah dalam pembangunan infrastruktur ke depan.

Oleh karena itu, pemerintah berencana berencana melakukan digitalisasi data rantai pasok guna memberikan informasi yang lebih akurat.

Direktur Jenderal Bina Konstruksi Syarif Burhanuddin menjelaskan, pada tahun 2020 anggaran pembangunan infrastruktur mencapai Rp 419,2 triliun.

Angka tersebut tersebut hampir setara dengan anggaran pembangunan ibu kota baru di Kalimantan Timur yang diprediksi senilai Rp 466 triliun. 

Melansir data, kebutuhan anggaran dalam rencana strategis pembangunan infrastruktur Kementerian PUPR pada 2020-2024 mencapai Rp 1.815 triliun. 

Kebutuhan anggaran tersebut untuk mendanai sejumlah proyek infrastruktur Direktorat Jenderal Bina Marga, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Direktorat Jenderal Cipta Karya, dan Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan. 

Baca juga: Tol Balikpapan-Samarinda, Pertama di Provinsi Ibu Kota

"Artinya, tantangan kita ke depan ada di rantai pasok. Kita harus lihat bagaimana kesiapannya. Apakah nantinya setiap pembangunan yang kita lakukan sudah siap dengan rantai pasok yang ada," kata Syarif di kantornya, Selasa (10/9/2019).

Kenyataannya, ia mengungkapkan, saat ini jumlah tenaga kerja konstruksi bersertifikat masih sangat sedikit.

Persoalan lain juga dihadapi dalam hal penyediaan material konstruksi. Bahkan di beberapa wilayah justru mengalami defisit. 

Seperti di Kalimantan yang mengalami defisit aspal buton hingga 1.262 ton, baja 74.197 ton, dan beton pracetak dan prategang 647.272 ton.

Sementara di Maluku dan Papua mengalami defisit aspal minya 66.143 ton, aspal buton 3.350 ton, baja 93.386 ton, beton pracetak dan prategang 687.820 ton, dan alat berat konstruksi 651 unit.

Hal serupa juga terjadi Bali dan Nusa Tenggara yang mengalami defisit baja 53.388 ton dan beton pracetak dan prategang 390.590 ton.

Adapun di Sulawesi defisit terjadi untuk baja 84.010 ton, dan beton pracetak dan prategang 324.549 ton.

Baca juga: 1.500 Kilometer Tol Ditargetkan Beroperasi Hingga Akhir Jabatan Jokowi

Sementara di Sumatera, kemampuan supply lebih besar dari pada demand. Namun di Pulau Jawa, terjadi defisit aspal buton sebesar 6.239 ton.

Digitalisasi data

Ke depan, Syarif menambahkan, Kementerian PUPR berencana melakukan digitalisasi data rantai pasok guna memberikan informasi yang lebih akurat.

Melalui digitalisasi ini diharapkan mampu mengatasi persoalan efektivitas supply dan demand yang ada. 

Dalam proses digitalisasi ini, Kementerian PUPR tidak akan bekerja sendiri, melainkan berkolaborasi dengan pihak lain yang memang bermain di sektor ini. 

"Bisa saja mereka kurang satu sisi berlebih sisi lain, ini dua hal yang perlu diseimbangkan. Nah kebutuhan ini perlu dikoordinasikan sehinga kekurangan di beberapa daerah katakanlah kurang di daerah Papua atau timur itu bisa ditutupi dengan daerah-daerah lain," tutup Syarif.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau