Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Pasal Polemik dalam RUU SDA

Kompas.com - 25/07/2019, 16:00 WIB
Dani Prabowo,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana pengesahan Rancangan Undang-Undang Sumber Daya Air yang semula akan dilaksanakan pada pekan ini, dipastikan batal terealisasi.

Masih terbelahnya pendapat di antara anggota Panitia Kerja (Panja) RUU SDA, menjadi faktor utamanya. Khususnya, terkait persoalan pengelolaan sumber daya air yang akan diatur pada Pasal 51 RUU tersebut.

Di dalam draf disebutkan, 'Izin Penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan usaha dengan menggunakan Air dan Daya Air sebagai materi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) huruf b yang menghasilkan berupa Air Minum untuk kebutuhan pokok sehari-hari diberikan kepada badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan usaha milik desa penyelenggara Sistem Penyediaan Air Minum'.

Pada aturan penjelasannya, yang dimaksud dengan 'Air Minum untuk kebutuhan pokok sehari-hari' adalah Air Minum yang diselenggarakan melalui Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM), tidak termasuk Air Minum Dalam Kemasan (AMDK).

Baca juga: RUU SDA Segera Disahkan

AMDK merupakan produk manufaktur untuk memenuhi segmen pasar kepraktisan dan gaya hidup.

Ketua Panja RUU SDA Lasarus mengatakan, perbedaan pendapat yang muncul di tengah anggota yaitu terkait pengelolaan SPAM, yakni apakah dimungkinkan pelibatan swasta atau tidak.

Bila merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan UU SDA sebelumnya, maka tidak diperkenankan pelibatan swasta di dalam pengelolaan SPAM.

"Itu murni tugas negara. Tapi, dalam penyediaan air minum, ada pelibatan swasta. Ini yang akan kita konsultasikan terlebih dahulu," kata Lasarus di Kompleks Parlemen, Rabu (24/7/2019).

Wakil Ketua Komisi V itu pun mengacu kepada ketentuan yang diatur pada Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, sebagai kebutuhan dasar seharusnya pengelolaan air di bawah kendali negara, bukan swasta.

"SPAM itu produk kebutuhan pokok, menjadi tanggung jawab negara. Masa kebutuhan pokok sama investasi sih, masyarakat terima barang mahal dong? Di sini ada perbedaan pendapat," terang Lasarus.

Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu menambahkan, pihaknya tak ingin tergesa-gesa dalam mengambil keputusan terhadap RUU ini.

Baca juga: Ketok Palu RUU SDA Setelah Reses

Tujuannya, agar di kemudian hari produk hukum yang baru ini tidak akan dengan mudah di-judicial review kembali ke MK.

Ia pun memastikan, proses pengambilan keputusan terkait pasal ini tak perlu sampai menggunakan mekanisme voting.

"Enggak lah, ini cukup konsultasi dengan beberapa pihak saja," ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menegaskan, pemerintah tidak pernah alergi dengan swasta dalam pengelolaan sumber daya air.

Namun, nantinya akan ada batasan yang diatur dalam RUU yang baru sehingga tidak berbenturan dengan aturan.

"Kalau soal perizinan akan diberikan kepada BUMD, BUMN, BUMDes penyelenggara SPAM untuk kegiatan sehari-hari. Nanti pada penyelenggaraannya, bisa kerja sama dengan swasta. Tapi izin tetap di mereka, enggak di swasta. Ini sesuai putusan MK, kita tidak bisa lepas dari situ," jelas Basuki.

Kerja sama yang dimaksud, sebut Basuki, seperti dalam hal konstruksi pipa atau instalasi pengelolaan air, dapat melibatkan swasta. Namun terkait segala bentuk perizinan, hal itu menjadi ranah badan usaha.

"Jadi tetap negara yang menguasai," tuntas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com