JAKARTA, KOMPAS.com - Rancangan Undang-Undang (RUU) Sumber Daya Air urung disahkan dalam waktu dekat. Hal ini karena masih ada perdebatan antar anggota Panitia Kerja (Panja) terutama terkait pemanfaatan sumber daya air (SDA) oleh pihak swasta.
Anggota Panja RUU SDA Bambang Haryo mengatakan, pembahasan RUU ini akan dilanjutkan setelah masa reses berakhir, yang akan dimulai pada 26 Juli hingga 15 Agustus 2019.
Ia optimistis RUU ini akan rampung dan disahkan menjadi UU pada tahun ini lantaran keputusan terkait pasal yang masih berpolemik tinggal diambil melalui mekanisme voting.
Baca juga: RUU SDA Segera Disahkan
"Agustus baru masuk lagi, pertengahan. Kita panja lagi, paling akhir Agustus selesai semua," kata Bambang di Kompleks Parlemen, Rabu (24/7/2019).
Adapun pasal berpolemik yang dimaksud terdapat pada Pasal 51, yang menyebutkan izin penggunaan SDA kebutuhan usaha dengan menggunakan air dan SDA untuk menghasilkan produk berupa air minum untuk kebutuhan pokok sehari-hari diberikan kepada badan usaha miliki negara (BUMN), daerah atau desa penyelenggara Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM).
Air minum yang dimaksud adalah air minum yang diselenggarakan melalui sistem penyediaan air minum, tidak termasuk air minum dalam kemasan (AMDK). AMDK merupakan produk manufaktur untuk memenuhi segmen pasar kepraktisan dan gaya hidup.
Adapun pelibatan swasta dalam industri air minum bisa dilakukan melalui kerja sama dengan BUMN, BUMD atau BUMDes dengan jangka waktu tertentu. Kerja sama ini bisa dilakukan melalui pembentukan perusahaan patungan atau partisipasi modal dari masing-masing pihak.
Terkait pasal yang diajukan, Bambang menuturkan, ada pihak yang pro dan kontra dengan pengelolaan SDA oleh swasta.
Selain itu, ada pula pihak yang menginginkan adanya keterlibatan swasta namun dengan kapasitas air yang bisa diolah dalam batas tertentu yang diperketat melalui aturan perundang-undangan.
"Sehingga tidak ada kata-kata bahwa air itu dikartelisasi, diambil oleh swasta, untuk kepentingan kapitalis yang menginginkan mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya," kata dia.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi membatalkan UU Sumber Daya Air dan enam peraturan pemerintah yang telah disusun menjadi aturan pelaksana UU tersebut.
Salah satunya, Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Sistem Penyediaan Air Minum yang dinilai tidak memenuhi prinsip dasar pengelolaan SDA, khususnya yang berkaitan dengan pembatasan pengelolaan air.
"Menimbang oleh karena itu UU Sumber Daya Air dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945," demikian putusan MK seperti dikutip dari Kontan, Rabu (18/2/2015).
Selain membatalkan UU Sumber Daya Air, untuk mencegah terjadinya kekosongan pengaturan mengenai pemanfaatan sumber daya air, MK juga memerintahkan agar UU Nomor 11 Tahun 1974 diberlakukan kembali.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.