Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dampak Masa Konsolidasi, Banyak Tol yang Dijual

Kompas.com - 22/07/2019, 13:34 WIB
Dani Prabowo,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam beberapa waktu terakhir, rencana divestasi saham jalan tol yang dimiliki BUMN karya kian marak.

Sebut saja PT Waskita Tol Road (WTR), anak usaha PT Waskita Karya (Persero) Tbk, yang berencana melepas kepemilikan saham di perseroan yang mengelola Tol Solo-Ngawi dan Ngawi-Kertosono.

Di kedua perusahaan tersebut, PT Jasamarga Solo-Ngawi dan PT Jasamarga Ngawi Kertosono Kediri, WTR memegang kepemilikan saham masing-masing 40 persen. Rencananya, saham tersebut akan dilepas ke calon investor tol asal Hong Kong.

Selain kedua ruas tersebut, belum lama ini PT Astra Tol Nusantara mengakuisisi 44,5 persen saham PT Jasamarga Surabaya Mojokerto yang memegang konsesi Tol Surabaya-Mojokerto.

Baca juga: Soal Divestasi Waskita Karya, Jasa Marga Pilih Minoritas

Akuisisi senilai Rp 1,7 triliun itu berasal dari penjualan saham milik dua investor di tol tersebut yakni PT Moeladi (24,2 persen) dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (20,3 persen).

Sekretaris Jenderal Asosiasi Jalan Tol Indonesia (ATI) Krist Ade Sudiyono menilai, maraknya aksi konsolidasi di bisnis jalan berbayar ini menandakan industri jalan tol tengah memasuki masa konsolidasi.

Dalam sebuah bisnis, hal tersebut cukup wajar untuk memperkaya portofolio sebuah sektor. Tak terkecuali dalam hal portofolio infrastruktur.

"Dalam sebuah siklus investasi itu pasti develop aset. Di bursa juga gitu kan, susah kalau sedikit yang listed. Saat konsolifasi banyak intrumen investasi yang muncul, seperti bond, sekuritisasi RDPT, ini tahapan-tahapan konsolidasi," terang Krist di Jakarta, Jumat (19/7/2019).

Divestasi ini memungkinkan calon investor memiliki portofolio yang lebih banyak untuk memilih investasi. Tentunya, hal tersebut dinilai dapat membuat bisnis infrastruktur, khususnya jalan tol, semakin menarik.

"Orang bisa mulai tertarik kan. Saya dengan Pak Danang (Kepala BPJT) menginginkan sektor ini menjadi industri yang sangat menarik untuk investor, bukan hanya direct tetapi juga alternatif lain. Ini yang saya inginkan secara asosiasi," ujarnya.

Meski demikian, ada banyak hal yang harus 'dijaga' untuk memastikan iklim bisnis tetap menarik. Pertama dari segi harga.

Menurut Krist, bila harga yang ditawarkan terlalu tinggi, tentunya hal tersebut dipandang kurang menarik oleh investor.

"Mending lihat yang lai ya yang ada potensi tumbuh," ucap CEO Group Bisnis Jalan Tol Astra Infra tersebut.

Hal yang lain yaitu biaya konstruksi. Semakin tinggi investasi yang dikeluarkan developer, tentunya akan berdampak terhadap tingginya tarif yang dipatok untuk mengembalikan nilai investasi sesuai dengan target yang telah ditentukan sebelumnya.

"Selain itu jangan stocksplit. Investor jeli juga kan," tuturnya.

Krist tak menampik bila bisnis jalan tol memiliki resiko yang besar. Meski demikian, banyak investor yang masih tertarik untuk bermain di sektor ini.

"Bagi Astra sebagai korporasi, infrastruktur menjadi bagian dari rebalancing portofolio. Investasi long term kan enggak masuk di komoditas, terhenyak-henyak kan. Makanya buat Astra ini rebalancing, kami ingin menarik, (sebagai) passive investor," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com