Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pindah Ibu Kota Perlu Perencanaan Seksama

Kompas.com - 26/05/2019, 10:00 WIB
Bernardus Djonoputro,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

SAYA termasuk salah satu perencana yang setuju wacana perpindahan pusat pemerintahan. Spekulasi tentang lokasinya, menjadi bumbu penyedap diskursus publik.
 
Saat ini proposal pemindahan pusat pemerintahan masih dalam tahap konvergensi politik untuk menyintesiskan skenario terbaik.
 
Bagi saya, menggeser pusat pemerintahan berarti menggeser titik gravitasi ruang geopolitik Indonesia.
 
Meningkatkan efektifitas dan daya jangkau politik NKRI menjadi fondasi awal keputusan pemilihan lokasi.
 
Tantangan kita adalah, Presiden dan birokrasinya harus mampu menjaga proses perencanaan dengan ketat. Otomatis isu-isu keruangan, isu tujuan kota yang adil, keradab, aman dan berketahanan, menjadi pilar-pilar utama skenario rencana dan konsep desain.
 
Dengan demikian diharapkan dokumen rencana yang dihasilkan akan memiliki ruh perencanaan yang mampu menjaga skenario kota 50 sampai 100 tahun ke depan.
 
Kalimantan Masa Depan
 
Sebagai perencana, maka pertanyaan awal yang perlu dijawab atas rencana perpindahan ke Kalimantan adalah apa yang bisa diproyeksikan akan terjadi dengan Kalimantan 100 tahun dari sekarang?
 
Sebagai pulau ke-3 terbesar di dunia seluas 743.000 kilometer persegi, pulau Kalimantan memiliki keunikan dan modal keragaman hayati yang penting bagi dunia.
 
Ada 11.000 spesies tanaman yang sepertiganya asli flora lokal. Selain itu ada lebih dari 700 spesies tanaman asli, beragam suku bangsa, dan terdiri atas 3 wilayah negara: Indonesia, Malaysia (Sabah dan Sarawak) serta Kesultanan Brunei.
 
Ditambah lagi posisinya yang berada di jalur ALKI 2 di timur dan ALKI 1 di barat.
 
Penempatan lokasi pusat pemerintahan yang direncanakan seluas 40.000 hektar dan di huni 1,5 juta orang, secara langsung akan mengubah tatanan geopolitik maupun tata ruang pulau.
 
Perkembangan ekonomi, sosial politik dan budaya serta interaksi 3 negara pun niscaya akan menjadi faktor yang menentukan struktur ruangnya.
 
Cakrawala Jakarta, Indonesia.Hilda B Alexander/Kompas.com Cakrawala Jakarta, Indonesia.
Sistem kota-kota dan keterhubungan infrastruktur antar kota di Kalimantan saat ini masih minim.
 
Namun kalau disimak simpul-simpul populasi dengan Balikpapan yang memiliki 850.000 penduduk, Samarinda 740.000, Banjarmasin 625.000 , Pontianak 240.000, Palangkaraya 221.000, Kota Kinabalu 250.000, Kuching 570.000, dan negara Brunei 500.000, maka ke depan kota pusat pemerintahan Indonesia akan menjadi faktor yang tak terpisahkan dari keterhubungan dengan kota-kota tersebut.
 
Kota kota tersebut akan saling berhubungan, menyebabkan penciptaan kota baru diharapkan lebih cepat.
 
Seperti terjadi di benua Eropa, banyak fenomena urban terjadi di kota-kota perbatasan antar-negara. Lihat Milan, Bern dan Leichestein. Juga Salzburg, Munich dan Innsbruck. Atau Cologne, Mastricht dan Brussel.
 
Masyarakat biasanya mendapat keuntungan dengan berbagai pilihan sehari-hari seperti harga bensin lebih murah, pajak berbeda, harga bahan pokok, harga energi berbeda dan banyak lagi.
 
Hal ini menyebabkan masyarakat menjadi cair bergerak melewati batas administrasi negara.
 
Perubahan tata ruang Kalimantan pasti akan berubah dalam 100 tahun ke depan. Tapi bersamaan dengan itu, tekanan terhadap kelangsungan habitat dan daya dukung ruang pun akan mengancam.
 
Kalaupun Kalimantan yang dipilih, saya tidak ada masalah selama proses pemilihannya berdasarkan skenario rencana yang dapat dipertanggungjawabkan.
 
Harus Direncanakan Dengan Benar 
 
Saya masih ingat pada triwulan pertama tahun 2015, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan jajarannya untuk memperhatikan perencanaan dan pembangunan kota-kota baru Indonesia.
 
Jokowi menekankan pentingnya kota-kota kita untuk lebih inklusif, layak huni dan sekaligus berkelanjutan. Karena itu, dia memastikan pentingnya investasi besar-besaran infrastruktur yang diyakini sebagai strategi penting keluar dari kemelut stagnasi.
 
Dalam ilmu perencanaan, merencanakan kota baru adalah proses formulasi skenario pembangunan dalam ruang spasial, yang harusnya dipandu oleh mahzab perencanaan yang kuat.
 
Yang lebih penting lagi, perencanaan kota Indonesia harus berbasis Metropolitan, dalam rangka pemenuhan UN SDG untuk kota berkeadilan dan berkelanjutan.
 
Dengan mengadopsi Agenda Perkotaan Baru di Quito, maka indikator keberhasilan aturan perencanaan kota otomatis menciptakan desa-desa yang makmur dan berkeadilan juga.
 
Dengan lebih dari 25 kota Indonesia bertumbuh populasinya menjadi lebih dari 1 juta jiwa, kota dan desa mengalami tantangan yang sangat signifikan.
 
Tekanan investasi atas nama pembangunan menjadi salah satu penyebab. Coba tengok Jakarta yang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi.
 
Ke depan Indonesia perlu mengerti mahzab perencanaan sesuai perkembangan yang terjadi di masyarakat dan negara.
 
Selain mahzab perencanaan kota dan wilayah yang jelas, kelembagaan perencanaan sangat penting. Sebuah komite terdiri atas perencana, arsitek, ahli sosial kemasyarakatan, lingkungan dan ekonomi yang berkerja bersama Presiden untuk mensupervisi prosea perencanaannya.
 
Pemerintah dalam hal ini Presiden dan menteri-harus segera menempatkan pengaturan ruang untuk darat-kehutanan, laut, dan udara, ke dalam satu mahzab pendekatan pembangunan secara harmonis.
 
Menempatkan kembali RTR  sebagai matra spasial pembangunan melalui pencabutan aturan-aturan yang tumpang tindih, segeda menyusun UU tentang Ibukota Negara yang komprehensif, dengan menekankan adopsi New Urban Agenda dan pencapaian SDG sebagai tujuan strategis kota yang vibrant.
 
Perlu kelembagaan Badan Perencanaan dan Penyiapan Pemindahan Ibukota yang visioner. Kita bisa lebih baik menciptakan kota baru dunia, dan tidak mengulangi kesalahan-kesalahan perpindahan ibukota di negara lain.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com