Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemindahan Ibu Kota Butuh Tiga Hal Prinsip

Kompas.com - 20/05/2019, 23:25 WIB
Dani Prabowo,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Relokasi ibu kota negara memerlukan perencanaan panjang. Kemauan politik semata dinilai tidak cukup untuk mewujudkan relokasi tersebut, tanpa adanya sebuah konsensus yang kuat.

Ketua Umum Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Bernardus Djonoputro mengungkapkan, pemindahan ibu kota bukanlah sebuah isu baru.

Sejak era Presiden Pertama RI, Soekarno, wacana pemindahan ibu kota dari DKI Jakarta pun sudah mencuat.

Meski demikian, sejak birokrat Tanah Air menyelesaikan perancangan Kota (Gemeente) Bandung pada 1927, hingga kini belum ada lagi kota baru yang benar-benar dirancang mulai dari nol.

"Tahun 1985 kita punya National Development System. Itu adalah dokumen yang membantu pemda dan pemerintah pusat dalam merencanakan kota, baik secara strategi maupun filosofis dengan melihat aspek pembangunan 50 tahun ke depan," ungkap Bernie dalam sebuah diskusi di Jakarta, Senin (20/5/2019).

Baca juga: Plus Minus Gunung Mas dan Bukit Soeharto, Calon Ibu Kota Baru

"Tapi sejak 1985 sampai sekarang ini, merencana sebuah kota baru, apalagi yang besar, itu un-tested teritory. Jadi, kalau para ahli diminta untuk menyusun kota besar ini, maka kita akan kesulitan untuk mencari pijakan filosofisnya," imbuh dia.

Setidaknya, dibutuhkan tiga hal sebelum pemindahan ibu kota dieksekusi, yaitu strategi perencanaan yang visioner, ahli profesi yang bersertifikat, dan teknokrat yang andal.

Proposal relokasi pun harus memiliki elemen kerangka berpikir agar kota ini kondusif guna mendukung pengambilan sebuah kebijakan ekonomi, politik, sosial dan budaya, keamanan, serta ketahanan.

"Ini menjadi tantangan kita, karena sambil menyusun kota baru kita harus menyusun ini (filosofi). Penyusunan ibu kota baru itu harus menjadi penyusunan mahzab Indonesia 50 tahun ke depan itu seperti apa," ucap Bernie.

Sementara itu, Sekjen Ikatan Ahli Rancang Kota Indonesia (IARKI) Sibarani Sofyan menyatakan, rencana pemindahan ibu kota harus dilihat sebagai sebuah kesempatan besar guna menunjukkan kemampuan anak bangsa yang mengedepankan karakter dan kearifan lokal.

Kendati demikian, tetap mempertimbangkan aspek-aspek perencanaan universal dan mengacu pada best practice.

Sebab, pemindahan ibu kota ini belum pernah dilakukan pada masa modern saat ini dan diharapkan nantinya menjadi kota percontohan yang ideal bagi kota lainnya.

Adapun Ketua Umum Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Ahmad Djuhara mengatakan, pemindahan ibu kota harus bisa memberikan jawaban atas tantangan perkotaan di masa depan. Ibu kota negara haruslah menjadi cerminan karakteristik bangsa.

Nilai-nilai luhur yang ada di dalam Pancasila, kata dia, tidak bisa hanya sekedar menjadi metafora dalam tampilan arsitektur atau struktur kota lainnya. Namun, nilai-nilai tersebut harus bisa menjadi bagian nafas kehidupan kotanya.

"Ini adalah sebuah kesempatan untuk menunaikan best practice masing-masing. Ini adalah kerja untuk bangsa dan ini memerlukan sinergi dari seluruh elemen bangsa yang kita punya," kata dia.

"Kami dukung pemerintah dan kami nyatakan berkompeten. Dan dengan kompetensi itu kami pny banyak hal bagus untuk Indonesia. Karena ini bukan hanya menuju yang normal-normal saja," imbuh Djuhara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com