BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Schneider

Mau Pemeliharaan Gedung Lebih Efisien, Ini Caranya

Kompas.com - 03/05/2019, 10:04 WIB
Alek Kurniawan,
Mikhael Gewati

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Jumlah gedung-gedung pencakar langit di Jakarta yang semakin menjulang terus bertambah. Kalau ditotal, jumlahnya kini mengalahkan kota megapolitan di Beijing, China.

Studi Emporis yang termaktub pada laman Kompas.com, Rabu (20/12/2017) menyebutkan, Jakarta mempunyai 158 gedung pencakar langit yang sudah berdiri. Angka tersebut menempatkan Jakarta di urutan ke-19, mengalahkan Beijing yang berada di posisi ke-21.

Selain gedung yang sudah berdiri, terdapat pula pencakar langit lain yang kini tengah dalam perencanaan pembangunan. Jika ditotalkan, jumlahnya mencapai 206 gedung.

Sementara itu, gedung yang sifatnya high-rise jauh lebih banyak lagi, yaitu 936 buah. Sedangkan low-rise jumlahnya 179 gedung, monumen 1 buah, dan 2 menara telekomunikasi.

Jumlah seluruh gedung ini baik yang eksisting, tengah dalam pembangunan, dalam perencanaan, dan belum dibangun totalnya adalah 1.324 buah.

Sebuah angka yang cukup masif untuk Ibu Kota yang memiliki luas wilayah 661,5 kilometer persegi.

Namun, dibalik banyak dan megahnya gedung-gedung itu, pernahkah Anda membayangkan bagaimana merawat dan mengelola pencakar langit tersebut?

Bila berbicara mengenai pemeliharaan dan pengelolaan, maka kehadiran listrik sangat menentukan.

Pada era digital seperti saat ini, listrik seakan menjadi daily basic atau kebutuhan dasar semua manusia untuk menjalani kehidupan.

Begitu juga dengan kehidupan di dalam gedung. Gedung-gedung tersebut juga memerlukan supply listrik yang memadai agar aktivitas di dalamnya terjaga dengan baik.

Bila tidak mendapatkan aliran yang memadai, bisa-bisa gangguan terhadap sistem dan fasilitas gedung, salah satunya terhadap sistem pendingin (AC) yang bisa sangat berdampak terhadap kenyamanan dan produktivitas karyawan yang bekerja di dalam gedung.

Masterpact MTZ mobile accessDok. Schneider Electric Masterpact MTZ mobile access

Digitalisasi pengelolaan gedung

Bayangkan, apabila listrik dalam sebuah gedung padam. Komputer yang biasanya digunakan untuk menunjang pekerjaan tidak akan bisa digunakan, lalu laptop yang daya baterainya habis pun tidak bisa diisi ulang.

Belum lagi, para pekerja juga tidak akan dapat menggunakan mesin fotokopi, faksimile, dan telepon kantor. Seluruh seisi ruangan pun akan gelap gulita.

Seakan-akan, kehidupan di dalam gedung akan mati total bagaikan bangunan kosong tak berpenghuni ketika listrik padam.

Oleh karena itu, untuk menghindari masalah tersebut, pengelola gedung harus memperhatikan perawatan gedung. Selain perawatan untuk menghindari blackout, tata kelola gedung juga mesti dilakukan seefisien mungkin.

Pemeliharaan seperti itu bisa dilakukan dengan mudah ketika pengelola memanfaatkan sejumlah teknologi seperti Internet of Things (rekayasa internet), artificial intelligence (kecerdasan buatan), dan big data (maha data).

Dengan Internet of Things, pengelola tidak akan kerepotan dalam merawat alat elektronik yang terdapat di gedung. Contoh mudahnya, mereka bisa mengatur kapan pendingin ruangan menyala, serta bisa mengoneksi pemakaian lampu dan komputer ke satu pusat kendali.

Sementara itu, artificial intelligence bisa membantu merekomendasikan waktu puncak pemakaian listrik kepada pusat kendali sehingga pengelola akan dengan mudah menganalisis langkah yang harus diambil ketika terdapat gangguan.

Ilustrasi gedungDok. Schneider Electric Ilustrasi gedung

Teknologi pengelolaan gedung

Untuk menggenapi digitalisasi dalam pengelolaan gedung seperti yang telah disebutkan di atas, VP, Commercial & Industrial Building Channel Schneider Electric Indonesia, Martin Setiawan mengatakan bahwa pengelola juga mesti menggunakan teknologi pengelolaan energi agar hasilnya lebih optimal serta efisien.

Sebagai informasi, sektor bangunan atau building adalah yang paling banyak menggunakan listrik.

Sektor ini menghabiskan 40 persen dan mengonsumsi 12 persen air secara global. Tak berhenti di situ, sektor bangunan juga menghasilkan 25 persen sampah dan 35 persen emisi gas rumah kaca.

Maka dari itu, yang dibutuhkan gedung saat ini adalah pengelolaan yang efisien. Metodenya juga harus dapat dikontrol dari jarak jauh sehingga pemilik gedung dapat langsung mengambil keputusan dengan cepat berdasarkan data yang ia terima dari pengelolaan itu.

“Inilah fungsi penggunaan teknologi EcoStruxure Building dari Schneider Electric. Dengan teknologi ini, pengelola akan mendapatkan tiga layer manfaat sekaligus, di antaranya connected product, edge control, serta apps, analytic, and services, sehingga dapat mengambil keputusan dengan cepat,” ujar Martin Setiawan pada acara Schneider Electric Innovation Day 2019, Jumat (5/4/2019) di Fairmont Hotel, Jakarta.

Connected product, lanjut Martin, memungkinkan untuk semua produk yang dipakai di dalam gedung menjadi terkoneksi atau saling terhubung satu sama lain.

Selanjutnya, edge control akan membuat sang operator gedung bisa mengontrol power dan equipment di dalam gedung dengan lebih mudah.

Sementara itu, apps, analytic, & service akan menganalisis kapan trafo dalam suatu gedung hendak fail.

Menggunakan platform ini, setidaknya 30 persen energi dapat dihemat. Dengan begini pengelola akan dengan mudah menentukan strategi ke depannya untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk yang bakal terjadi.


komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau