Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PII Anggap KPBU Rusunami Sulit Dilakukan

Kompas.com - 05/03/2019, 15:00 WIB
Dani Prabowo,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana pemerintah membangun rumah susun sederhana milik (rusunami) dengan skema kerja sama dengan badan usaha (KPBU) dianggap mustahil.

Kecuali, rencana tersebut dikhususkan untuk proyek rumah susun sederhana sewa (rusunawa).

Direktur Utama PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) Armand Hermawan menjelaskan, pada dasarnya proyek KPBU dijalankan dengan cara built operate transfer (BOT).

Artinya, ketika sebuah proyek telah dibangun, proyek tersebut akan dioperasikan. Pendapatan yang diperoleh dari operasionalisasi ini digunakan untuk melunasi pinjaman.

"Yang rusunawa bisa, tapi rusunami kita harus kaji lagi. Karena rusunami ini barangnya diambil oleh user, enggak balik lagi ke pemerintah," terang Armand di Kementerian PUPR, Selasa (5/3/2019).

Baca juga: Bakal Adopsi Skema Jalan Tol, Pemerintah Kaji KPBU Rusunami

Kalau pun pemerintah berencana menerapkan wacana tersebut, maka perlu dikaji terlebih dahulu skema yang akan diterapkan.

Seperti diketahui ada empat macam dukungan yang dapat dilakukan pemerintah terkait KPBU yakni Fasilitas Penyiapan dan Pendampingan Transaksi atau Project Development Facility (PDF), dan dukungan kelayakan atau Viability Gap Fund (VGF).

Kemudian, Penjaminan Infrastruktur, dan Dukungan Pelaksanaan Skema atau Availability Payment (AP).

Kajian tersebut sepenuhnya dilakukan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) oleh Direktorat Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan.

"Perlu dikaji dengan Dirjen Pembiayaan gimana nantinya bentuk strukturnya," ujarnya.

Sebelumnya, Direktur Perumusan Kebijakan dan Evaluasi pada Dirjen Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan, Herry Trisaputra Zuna menilai, KPBU rusunami dimungkinkan karena kebutuhannya yang besar.

"Itu hajat hidup orang banyak. Semestinya lebih mudah untuk mendeliever ke yang lain," kata Herry dalam sebuah diskusi di Kementerian PUPR, Selasa (5/3/2019).

Munculnya gagasan ini, sebut dia, lantaran besarnya kebutuhan anggaran yang diperlukan pemerintah untuk membiayai seluruh proyek infrastruktur. Sementara, ketersediaan anggaran sangat terbatas.

Hingga 2030, Kementerian PUPR membutuhkan anggaran sekitar Rp 2.058 triliun untuk menyelesaikan seluruh proyek yang telah direncankan.

Sementara, dana APBN 2020-2024 hanya mampu memenuhi 30 persen atau sekitar Rp 623 triliun dari total kebutuhan pembiayaan infrastruktur.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com