Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketua IAP Bantah Paradigma Tata Ruang Indonesia Dibilang Kuno

Kompas.com - 25/10/2018, 10:21 WIB
Dani Prabowo,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Paradigma pengembangan tata ruang Indonesia dipandang masih kuno. Lantaran, di satu sisi ada kebutuhan yang mendesak, namun di sisi lain banyak regulasi yang tidak memudahkan hal tersebut terwujud.

Namun, benarkah pandangan tersebut?

Menurut Ketua Umum Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Bernardus Djonoputro perlu dibedakan antara pemikiran kuno dan konservatif.

Sistem perencanaan kota dan wilayah di Indonesia berkembang seiring dengan kehidupan politik negara yang didominasi oleh proses demokratis dalam dua dekade terakhir.

Baca juga: Meikarta, dan Jembatan Selat Sunda, Kunonya Tata Ruang Kita

Selain itu, dipengaruhi pertumbuhan ekonomi pasca-"development assistance based economy" atau pertumbuhan berbasis pada program pembangunan pinjaman multilateral pada era 1970-an dan 1980-an.

"Ketidakmengertian akan sejarah perkembangan dunia perencanaan di Indonesia berakibat pada pemahaman yang terlalu sederhana tanpa mampu membedakan polarisasi antara pemikiran liberal dan konservatif yang berkembang," kata Bernardus kepada Kompas.com, Rabu (24/10/2018) malam.

Sistem perencanaan yang ada saat ini terus berkembang secara bertahap, seiring dengan perkembangan sistem ekonomi yang lebih bebas dari tekanan pinjaman pembangunan.

Salah satu tonggak penting dalam pertumbuhannya yaitu terbitnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, beserta sejumlah aturan turunannya baik itu berupa peraturan pemerintah, peraturan menteri, hingga UU lain yang saling terkait.

Perubahan paling mendasar yang dapat dilihat yaitu bergesernya rezim diskresi menuju taat regulasi. Sebagai produk politik, Bernardus menambahkan, pergeseran ini menuntut rezim pengendalian yang kuat dalam implementasinya.

"Pada dasarnya, rezim perencanaan kota-kota Indonesia secara kontemporer cukup untuk menciptakan ruang kota yang berkeadilan dan berkelanjutan," imbuh dia.

"Masalahnya, kalau pengamat melihat kota hanya dari bentuk fisik dan aspek vibrancy saja, sangat tidak tepat. Rona kota sangat erat kaitan nya dengan kualitas SDM birokrasi dalam merencana, proses politik yang masih kotor, dan rezim pengendalian yang terdistorsi oleh kebutuhan pragmatis penguasaan lahan," jelas Bernardus.

Selain itu, ia mengingatkan, sistem perencanaan kota di Indonesia juga dilakukan dalam rangka pemenuhan Sustainable Development Goals (SDG's) yang ditetapkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) guna mewujudkan kota berkeadilan dan berkelanjutan.

Dengan mengadopsi agenda perkotaan baru yang dicetuskan di Quito, maka indikator keberhasilan aturan perencanaan kota secara otomatis juga menciptakan desa-desa yang makmur dan berkeadilan.

"Ini bukan kuno," tegas Country Head of Deloitte Infrastructure and Capital Projects itu.

Baca juga: Paradigma Tata Ruang Indonesia Dianggap Masih Kuno

Sebelumnya, pengamat perkotaan dan pembangunan kawasan Andrea Peresthu menilai, sistem pengembangan tata ruang Indonesia masih kuno.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com