KOMPAS.com - The Ocean Cleanup merupakan organisasi nirlaba yang mengembangkan teknologi mutakhir dengan tujuan untuk membersihkan sampah plastik di lautan.
Organisasi ini telah meluncurkan inovasi dalam mengumpulkan sekaligus mendaur ulang sampah plastik di laut lepas. Program ini dinamakan The Ocean Cleanup System.
Menurut The Ocean Cleanup System saat ini terdapat lebih dari lima triliun plastik di lautan. Jumlah ini belum ditambah dengan yang ada di Great Pasific Garbage Patch (GPGP).
GPGP merupakan salah satu zona perputaran partikel sampah di laut. Tempat ini juga sering disebut sebagai pulau plastik. Di dunia terdapat lima zona akumulasi sampah lautan, dengan GPGP sebagai yang terbesar.
Hal ini terjadi karena adanya perputaran sampah yang terperangkap dalam arus dan tidak bisa keluar. Sampah-sampah ini kemudian semakin menumpuk dan mejadi lebih sulit untuk dihilangkan.
Selain itu, keberadaan pulau sampah juga berbahaya bagi lingkungan dan kehidupan liar.
Menurut beberapa laporan, GPGP memiliki ukuran dua kali lipat dari wilayah Texas. Namun pada 2013, National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) menunjukkan tidak ada perkiraan yang masuk akal mengenai ukuran pulau sampah tersebut.
Meski ukuran pulau sampah ini tidak dapat diukur, namun konsentrasinya bisa. The Ocean Cleanup memperkirakan area terpadat di GPGP dapat memuat hingga 200 kilogram plastik per kilometer persegi pada 2030, jika tidak ada hal yang dilakukan.
Untuk itu, upaya pembersihan sampah perlu dilakukan. Menurut The Ocean Cleanup, membersihkan lautan dengan menggunakan kapal laut dan jaring akan memakan waktu hingga ribuan tahun, serta menghabiskan biaya puluhan miliar dollar.
Sistem ini terdiri dari kapal berbentuk tabung sepanjang 600 meter. Kapal ini memiliki semacam jaring di bagian bawah untuk menangkap sampah.
Lebih lanjut, kapal tersebut dapat bergerak lebih cepat dari arus laut. Ini karena kapal digerakkan oleh arus, gelombang, dan tenaga angin. Sedangkan sampah plastik hanya bergerak jika ada dorongan dari gelombang saja.
Rencananya, secara berkala kapal akan mengumpulkan puing-puing sampah yang berhasil dikumpulkan. Selanjutnya, sampah tersebut akan dibawa ke daratan untuk didaur ulang.
Tentunya, setiap inovasi sering berjalan beriringan dengan kritik. Miriam Goldstein, pakar oseanografi biologis dan direktur bidang kebijakan kelautan di Center for American Progress mengatakn kepada CNN, bahwa dia khawatir kapal tersebut akan membawa serta plankton saat mengumpulkan sampah.
Aktivitas ini juga dikhawatirkan akan mengganggu ekosistem dan menciptakan lingkungan sendiri. Sebaliknya, Goldstein menganjurkan metode pengumpulan plastik langsung dari sumbernya, sebelum berada jauh di laut lepas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.